Senin, 05 Desember 2011

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


Pendahuluan
Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus  pada perilaku manusia. Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan keperawatan, pasien membutuhkan manajer perawat yang terdidik dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia untuk mengelola perawat profesional serta pekerja keperawatan non profesional.
Mc. Gregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang selalu mengadakan interaksi dengan dunia individu lainnya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi dari orang lain mempengaruhi orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada pimpinan dan berkeinginan untuk diperlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Bawahan memerlukan rasa aman dan akan memperjuangkan untuk melindungi diri dari ancaman yang bersifat semu  atau yang benar – benar ancaman terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dalam situasi kerja.
Atasan / pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional.

1.      Pengertian Kepemimpinan
Ada beberapa batasan tentang kepemimpinan , antara lain :
a.       Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain bersedia dan dapat menyelesaikan tugas – tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya  ( Ordway Tead ).
b.      Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan ( Stogdill ).
c.       Kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki seseorang terhadap orang lain sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau   dan bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan ( Georgy R. Terry ).
d.      Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok  orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu situasi tertentu ( Paul Hersay, Ken Blanchard ).

Dapat dipahami dari empat batasan di atas bahwa kepemimpinan   akan     muncul apabila ada seseorang yang karena sifat – sifat dan perilakunya mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain untuk berpikir, bersikap, dan ataupun berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Kepemimpinan dalam konteks organisasi utamanya menekankan pada fungsi pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan, dan memotivasi bawahan. Fungsi manajemen ini sangat terkait dengan faktor manusia dalam suatu organisasi, yang mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain.
Di dalam keperawatan kepemimpinan merupakan penggunaan ketrampilan seorang pemimpin ( perawat ) dalam mempengaruhi perawat – perawat lain yang berada di bawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun ketrampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat diterapkan dan ditingkatkan.

2.      Teori Kepemimpinan
Ada beberapa yang pernah dikemukakan, antara lain :
a.       Teori orang besar atau teori bakat
Teori orang besar ( the great men theory ) atau teori bakat ( Trait theory ) ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat – bakat tertentu yang diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.
b.      Teori situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi  ( situasional theory ). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan   keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin.
c.   Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan   banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari – hari sering  ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat – bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

3.      Gaya Kepemimpinan
Telah disebutkan bahwa gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh sifat dan perilaku yang dimiliki oleh pemimpin. Karena sifat dan perilaku antara seorang dengan orang lainnya tidak persis sama, maka gaya kepemimpinan ( leadership style ) yang diperlihatkanpun juga tidak sama. Bertitik tolak dari pendapat adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan perilaku tersebut, maka dalam membicarakan gaya kepemimpinan yang untuk bidang administrasi sering dikaitkan dengan pola manajemen  ( pattern of management ), sering dikaitkan dengan pembicaraan tentang perilaku.
Tegantung dari sifat dan perilaku yang dihadapi dalam suatu organisasi dan atau yang dimiliki oleh pemimpin, maka gaya kepemimpinan yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Berbagai gaya kepemimpinan tersebut jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam,  yaitu :
a.       Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator  ( dictatorial leadership style ) ini upaya mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
b.      Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada gaya kepemimpinan ini ( autocratic leadership style ) segala keputusan berada di tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya kepemimpinan dictator tetapi dalam bobot yang agak kurang.
c.       Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis ( democratic leadership style ) ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan baik. Segi positif dari gaya kepemimpinan ini mendatangkan keuntungan antara lain: keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan kelemahannya : keputusan serta tindakan kadang – kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang terbaik.
d.      Gaya Kepemimpinan Santai
Pada gaya kepemimpinan santai ( laissez – faire leadership style ) ini peranan pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan kepada bawahan, jadi setiap anggota organisasi dapat melakukan kegiatan masing – masing sesuai dengan kehendak masing – masing pula.
4.      Pemimpin yang efektif
Seorang    pemimpin    yang   efektif   adalah    seorang    pemimpin   yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang  memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat. Ada beberapa kepemimpinan yang efektif antara lain menurut :
a.       Ruth M. Trapper (1989 ), membagi menjadi 6 komponen :
1)      Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok. Memilih  pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam bidang profesinya.
2)      Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami kebutuhan sendiri serta kebutuhan orang lain.
3)      Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
4)      Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan
5)      Mengambil tindakan
b.      Hellander ( 1974 )
Dikatakan efektif bila pengikutnya melihat pemimpin sebagai seorang yang bersama – sama mengidentifikasi tujuan dan menentukan alternatif kegiatan.
c.       Bennis ( Lancaster dan Lancaster, 1982 )
Mengidentifikasi empat kemampuan penting bagi seorang pemimpin, yaitu :
1)      Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia      ( hubungan antar manusia ).
2)      Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
3)      Mempunyai kemampuan hubungan antar manusia, terutama dalam mempengaruhi orang lain.
4)      Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan seseorang mengenal orang lain dengan baik.
d.      Gibson ( Lancaster dan Lancaster,1982 )
Seorang pemimpin harus mempertimbangkan :
1)      Kewaspadaan diri ( self awarness )
Kewaspadaan diri berarti menyadari bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi orang lain. Kadang seorang pemimpin merasa ia sudah membantu orang lain, tetapi sebenarnya justru telah menghambatnya.
2)      Karakteristik kelompok
Seorang pemimpin harus memahami karakteristik kelompok meliputi : norma, nilai – nilai kemampuannya, pola komunikasi, tujuan, ekspresi dan keakraban kelompok.
3)      Karakteristik individu
Pemahaman tentang karakteristik individu juga sangat penting karena setiap individu unik dan masing – masing mempunyai kontribusi yang berbeda.

5.      Kepemimpinan dan kekuasaan
Menurut Gardner yang dikutip oleh Russel ( 2000 ) mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu kapasitas uuntuk memastikan hasil dari suatu keinginan dan untuk menghambat mereka yang tidak mempunyai keinginan.

Dasar – dasar kekuasaan
Franch dan Raven mengemukakan lima dasar kekuasaan interpersonal, yaitu :
a.       Kekuasaan legitimasi
Kekuasaan yang sah adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi sehubungan dengan posisinya. Kekuasaan legitimasi tidak tergantung kepada bawahan. Seseorang dengan posisi yang lebih tinggi dalam organisasi mempunyai kekuasaan pada orang – orang yang di bawahnya.
b.      Kekuasaan penghargaan
Pimpinan yang menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk atau permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan yang bernilai , misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain – lain.

c.       Kekuasaan paksaan
Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan dengan hukuman. Bawahan akan tunduk karena ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya.
d.      Kekuasaan kharisma
Seseorang pemimpin yamg kharismatik dapat mempengaruhi orang karena benar – benar dari pribadi dan tingkah laku dari pimpinan tersebut.
e.       Kekuasaan ahli
Seseorang yang mempunyai keahlian khusus mempunyai nilai yang lebih tinggi. Kekuasaan ini tidak terikat pada urutan tingkatan.

Kelima dari tipe kekuasaan interpersonal di atas adalah saling ketergantungan karena tipe – tipe tersebut dapat dipakai dengan cara dikombinasikan dengan berbagai cara dan masing – masing dapat mempengaruhi yang lainnya.

6.      Pimpinan dan kepemimpinan
Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan proses atau fungsi manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan dikelompokkan sebagai berikut :
a.       Pimpinan tingkat pertama ( Lower Manager )
Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi peranan technical skill yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil.
b.      Pimpinan tingkat menengah ( Middle Manager )
Adalah pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager. Pimpinan ini menjadi saluran informasi dan komunikasi timbal balik antara Lower Manager dan Top Manager , yakni pimpinan puncak (  di atas Middle Manager ) sehingga pimpinan ini diutamakan memiliki kemampuan mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill adalah ketramp[ilan dalam penyusunan konsep – konsep, identifikasi, dan penggambaran hal – hal yang abstrak. Sedangkan techmnical skill adalah ketrampilan dalam melakukan pekerjaan secara teknik. Hubungan antara manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan sesama  manusia lain.
c.       Pimpinan puncak ( Top Manager )
Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi. Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan technical skill yang terkecil.
Hubungan antar manusia ada dua jenis :
a.       Human Relations
Adalah hubungan antar manusia intern dalam organisasi guna membina lancarnya tim kerja.
b.      Public Relations
Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.

Tugas – tugas pimpinan :
a.       Sebagai pengambil keputusan
b.      Sebagai pemikul tanggung jawab
c.       Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual
d.      Bekerja dengan atau melalui orang lain
e.       Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

Peranan pemimpin terhadap kelompok:
a.       Sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbul suatu kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan sosial, mempunyai tanggung jawab dan memotivasi, mengatur tenaga dan mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan kerja di luar kelompok.
b.      Sebagai inovator atau pembaharu
c.       Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara.
d.      Menghimpun kekuatan
e.       Merangsang perdebatan masyarakat
f.       Membuat kedudukan perawat di media massa
g.      Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang tepat
h.      Mempertahankan kegiatan
i.        Memelihara formaf desentralisasi organisasi
j.        Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
k.      Mempelajari pengalaman
l.        Jangan menyerah tanpa mencoba.

7.      Manajemen konflik
Konflik, menurut Deutsch ( 1969 ) didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang yang terancam. Penyebab konflik, Edmund ( 1979 ) menyebutkan sembilan faktor umum yang berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab konflik, yaitu :
a.       Spesialisasi
Sebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari keompok lain. Seringkali berakibat terjadinya konflik antar kelompok.

b.      Peran yang bertugas banyak
Peran keperawatan membutuhkan seseorang untuk dapat menjadi seorang manajer, seorang pemberi asuhan yang trampil, seorang ahli dalam hubungan antar manusia, seorang negosiator, penasihat , dan sebagainya. Setiap sub peran dengan tugas – tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda – beda yang dapat menyebabkan konflik.
c.       Interdependensi peran
Peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak akan serumit seperti peran perawat dalam tim kesehatan yang multidisiplin, dimana tugas seseorang perlu didiskusikan dengan orang lain yang mungkin bersaing untuk area – area tertentu.
d.      Kekaburan tugas
Ini diakibatkan oleh peran yang mendua dan kegagalan untuk memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau kelompok.
e.       Perbedaan
Sekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku sikap, emosi, dan kognitif orang – orang ini terhadap peran mereka bisa berbeda.
f.       Kekurangan sumber daya
Persaingan ekonomi, pasien, jabatan, adalah sumber absolut dari konflik antar pribadi dan antar kelompok.
g.      Perubahan
Saat perubahan menjadi lebih tampak, maka kemungkinan tingkat konflik akan meningkat secara proporsional.
h.      Konflik tentang imbalan
Bila orang mendapat imbalan secara berbeda – beda, maka sering timbul konflik, kecuali jika mereka terlibat dalam perbuatan sistem imbalan.
i.        Masalah komunikasi
Sikap mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa, dan penggunaan saluran komunikasi secara tidak benar, semuanya akan menyebabkan konfllik.

Manajemen atau penatalaksanaan konflik dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut:
a.       Disiplin
Upaya disiplin digunakan untuk menata atau mencegah konflik, perawat pengelola harus mengetahui dan memahami ketentuan peraturan organisasi. Jika ketentuan tersebut belum jelas maka perlu dilakukan klarifikasi. Disiplin merupakan cara untuk mengoreksi atau memperbaiki staf yang tidak diinginkan.
b.      Mempertahankan tahap kehidupan
Konflik dapat diatasi dengan membantu individu perawat mencapai tujuan sesuai dengan tahapan kehidupannya, yang meliputi :
1)      Tahap dewasa muda
2)      Tahap dewasa menengah
3)      Tahap manusia diatas 55 tahun
c.       Komunikasi
Komunikasi merupakan seni yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang terapeutik. Melalui peningkatan komunikasi yang efektif maka konflik dapat dicegah.
d.      Asertif training
Perawat yang asertif mengetahui bahwa mereka bertanggung jawab terhadap pikiran, perasaan, dan tindakannya. Peningkatan kesadaran, training sensitivitas dan training asertif dapat meningkatkan kemampuan pengelola keperawatan dalam mengatasi perilaku konflik.

Teknik manajemen konflik :
a.       Menetapkan tujuan
Apabila ingin terlibat dalam manajemen konflik, maka perawat perlu memahami gambaran yang menyeluruh tentang masalah atau konflik yang akan diselesaikan. Tujuan yang ingin dicapai antara lain : meningkatkan alternatif penyelesaian masalah konflik, bila perlu motivasi fihak yang terlibat untuk mendiskusikan alternatif penyelesaian masalah yang mungkin diambil sehingga pihak yang terlibat konflik dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilih.
b.      Memilih strategi
1)      Menghindar
Untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi yang memuncak, maka strategi menghindar merupakan alternatif penyelesaian konflik yang bersifat sementara yang tepat untuk dipilih.
2)      Akomodasi
Mengakomodasikan pihak yang terlibat konflik dengan cara meningkatkan kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah yang tepat dengan cara mengumpulkan data yang akurat dan mengambil suatu kesepakatan bersama.
3)      Kompromi
Dilakukan dengan mengambil jalan tengah di antara kedua pihak yang terlibat konflik.
4)      Kompetisi
Sebagai pimpinan, perawat dapat menggunakan kekuasaan yang terkait dengan tugas stafnya melalui upaya meningkatkan motivasi antar staf, sehingga timbul rasa persaingan yang sehat.
5)      Kerja sama
Apabila pihak – pihak yang terlibat konflik bekerja sama untuk mengatasi konflik tersebut, maka konflik dapat diselesaikan secara memuaskan.
P e n u t u p

Keperawatan adalah profesi yang terus mengalami perubahan, fungsinya lebih luas, baik sebagai pelaksana asuhan, pengelola, ahli, pendidik, maupun peneliti keperawatan. Melihat fungsinya yang luas sebagaimana tersebut di atas, maka perawat profesional harus dipersiapkan dengan mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang kepemimpinan. Pemimpin keperawatan dibutuhkan baik sebagai pelaksana asuhan keperawatan, pendidik, manajer, ahli, dan bidang riset keperawatan.
Dengan model kepemimpinan yang efektif ini, diharapkan di masa yang akan datang profesi keperawatan bisa diterima dengan citra yang baik di masyarakat luas sebagai suatu profesi yang dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang.

Daftar  pustaka
1.      Azrul Anwar ( 1996 ), Pengantar administrasi kesehatan, Binarupa Aksara,   Jakarta.

2.      —————- ( 1996 ),  Kepemimpinan    keperawatan     dalam    gerakan      inovasi  keperawatan  ( makalah  disampaikan  pada  seminar    keperawatan   di   PAM Keperawatan Soetopo, Surabaya ).

3.      Djoko Wiyono ( 1997 ), Manajemen    kepemimpinan    dan    organisasi   kesehatan,   Airlangga University Press, Surabaya.

4.      La Monika Elaine L ( 1998 ), Kepemimpinan   dan  manajemen  keperawatan,   EGC,  Jakarta.

5.      Prayitno  Subur ( 1997 ), Dasar  -   dasar     administrasi     kesehatan     masyarakat,  Airlangga, University  Press, Surabaya.

6.      Swanburg Russel C. ( 2000 ), Pengantar kepemimpinan & manajemen  keperawatan,  EGC, Jakarta.

7.      Nursalam (2002) Manajemen Keperawatan; Aplikasi pada praktek perawatan profesional, Salemba Medika, Jakarta

KTI HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR

 

KTI HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PROFESI BIDAN DENGAN
MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN
DIPLOMA III KEBIDANAN
KARYA TULIS ILMIAH
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan
Program Studi Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret
Oleh:
MEILIA SITI FATIMAH
R0105027
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
HALAMAN VALIDASI
Karya Tulis Ilmiah dengan judul : ”Hubungan Persepsi terhadap Profesi Bidan
dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan”
Nama : Meilia Siti Fatimah
NIM : R0105027
Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk Diuji Di Hadapan Dewan Penguji.
Pada hari : Jumat, 24 Juli 2009
Pembimbing Utama
(Mochammad Arief. Tq, dr, PHK, MS.)
NIP : 19500913 198003 1 002
Pembimbing Pendamping
(Erindra Budi. C, Skep, Ns.)
NIP : 19780220 200501 1 001
Ketua Tim KTI
(Mochammad Arief. Tq, dr, PHK, MS.)
NIP : 19500913 198003 1 002
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul : ”Hubungan Persepsi terhadap Profesi Bidan
dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan”
Nama : Meilia Siti Fatimah
NIM : R0105027
Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah.
Pada hari : Jumat, 31 Juli 2009
Pembimbing Utama
(Mochammad Arief. Tq, dr, PHK, MS.)
NIP : 19500913 198003 1 002
Pembimbing Pendamping
(Erindra Budi. C, Skep, Ns.)
NIP : 19780220 200501 1 001
Penguji
(S. Bambang. W, dr, PHK, M.Pd Ked)
NIP : 19481231 197609 1 001
Ketua Tim KTI
(Mochammad Arief. Tq, dr, PHK, MS.)
NIP : 19500913 198003 1 002
Mengesahkan
Ketua Program Studi D IV Kebidanan FK UNS
(H. Tri Budi Wiryanto, dr. SpOG (K))
NIP : 19510421 198011 1 002
ABSTRAK
Meilia Siti Fatimah, R0105027. Hubungan Persepsi terhadap Profesi Bidan
dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap
profesi bidan dengan motivasi belajar mahasiswa Pendidikan Diploma III
Kebidanan. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan dengan memberikan persepsi yang
benar terhadap profesi bidan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain
penelitian Cross Sectional. Populasi penelitiannya adalah mahasiswa pendidikan
Diploma III Kebidanan sebagai populasi target dan mahasiswa Akademi
Kebidanan YAPPI Sragen Tingkat II sebagai populasi aktual. Penetapan sampel
dengan menggunakan total sampling yaitu berjumlah 60 mahasiswa setelah
melalui kriteria restriksi. Persepsi terhadap profesi bidan yang diukur dengan
kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti, telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Sedangkan variabel motivasi belajar menggunakan kuesioner baku, analisis
datanya memakai rumus Spearman Rank dengan bantuan SPSS 16.0 for windows.
Hasil penelitian menunjukkan persepsi mahasiswa Pendidikan Diploma III
Kebidanan terhadap profesi bidan mempunyai nilai mean sebesar 95,97 dan
motivasi belajar menunjukkan mean sebesar 120,38. Sedangkan hasil perhitungan
analisis data didapat nilai koefisien korelasi rho sebesar 0,587 dan nilai p sebesar
0,000. Maka hipotesis “persepsi yang benar terhadap profesi bidan akan
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa”, diterima.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa persepsi terhadap profesi bidan
mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan motivasi belajar mahasiswa
Pendidikan Diploma III Kebidanan.
Kata kunci: Persepsi, Profesi Bidan, Motivasi Belajar
MOTTO
Allah mengabulkan doa kita dengan tiga cara:
1. Memberi apa yang kita minta.
2. Tidak memberi apa yang kita minta, namun memberi apa yang kita
butuhkan karena Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kita.
3. Tidak memberi jawaban apapun, karena Allah masih menguji kesabaran
dan kesungguhan kita.
(Nasehat seseorang)
Menangis bukan jalan keluar, berdoa adalah usaha, tapi bertindak adalah salah
satu bentuk perjuangan yang nyata.
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini saya persembahkan untuk:
Orang-orang yang selalu ada dalam suka maupun dukaku, tertawa
menyambut gembiraku dan setia membangkitkan semangat hidupku.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Hubungan Persepsi terhadap Profesi Bidan dengan
Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan”.
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
mengikuti pendidikan program studi Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, baik berupa bimbingan, nasehat, motivasi
dan doa. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Syamsulhadi, dr. SpKJ selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret.
2. Bapak Dr. A. A. Subijanto, dr, MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak H. Tri Budi Wiryanto, dr. SpOG (K) selaku Ketua Program Studi
Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Mochammad Arief. Tq, dr, PHK, MS. selaku Ketua Tim KTI Program
Studi Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
sekaligus sebagai pembimbing utama yang penuh tanggung jawab.
5. Bapak Erindra Budi. C, SKep, Ns. selaku pembimbing pendamping yang
penuh tanggung jawab.
6. Bapak S. Bambang Widjokongko, dr, PHK, M.Pd Ked selaku penguji yang
baik dan sabar.
7. Direktur Akademi Kebidanan YAPPI Sragen beserta staf.
8. Seluruh dosen pengajar, karyawan dan karyawati Program Studi Diploma IV
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
9. Kedua orangtuaku dan kakakku atas doa, dukungan dan semangatnya.
10. Teman-teman senasib seperjuangan Mahasiswi D IV Kebidanan Fakultas
Kedokteran UNS angkatan 2005 yang selalu bersama dalam suka maupun
duka menjalani pendidikan sebagai angkatan pertama.
11. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga dengan rendah hati penulis mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
melimpah kepada Bapak/Ibu, Saudara/Saudari. Amin.
Surakarta, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………………. i
HALAMAN VALIDASI …………………………………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………………….. iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………………………………. iv
MOTTO ……………………………………………………………………………………………….. v
PERSEMBAHAN ………………………………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………….. 3
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………………………. 3
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
A. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………….. 5
1. Persepsi terhadap Profesi Bidan ……………………………………….. 5
2. Motivasi Belajar Mahasiswa ……………………………………………. 11
Halaman
3. Peranan Persepsi terhadap Pembentukan Motivasi Belajar …… 13
B. Kerangka Konsep …………………………………………………………………. 15
C. Hipotesis ……………………………………………………………………………. 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian …………………………………………………………………. 16
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………………….. 16
C. Populasi Penelitian ………………………………………………………………. 16
D. Sampel dan Teknik Sampling ……………………………………………….. 17
E. Kriteria Restriksi …………………………………………………………………. 17
F. Definisi Operasional ……………………………………………………………. 18
G. Instrumentasi ………………………………………………………………………. 19
H. Rencana Analisis Data …………………………………………………………. 21
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Persepsi terhadap Profesi Bidan …………………………………………….. 24
B. Motivasi Belajar ………………………………………………………………….. 25
C. Analisis Data ………………………………………………………………………. 25
BAB V PEMBAHASAN ………………………………………………………………………. 27
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan …………………………………………………………………………….. 29
B. Saran ………………………………………………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Penskoran dengan skala Likert (5 alternatif jawaban) …………………… 20
Tabel 3.2 Penskoran dengan skala Likert (4 alternatif jawaban) …………………… 21
Tabel 3.3 Pedoman penafsiran koefisien kirelasi ………………………………………… 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………….. 15
Gambar 4.1 Histogram Persepsi terhadap Profesi Bidan ……………………………… 24
Gambar 4.2 Histogram Motivasi Belajar …………………………………………………….. 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tahapan Kegiatan Pokok Karya Tulis Ilmiah Jalur Reguler Tahun
Ajaran 2008/2009
Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 3. Surat Keterangan Mengadakan Penelitian dan Pengambilan Data dari
Akademi Kebidanan YAPPI Sragen
Lampiran 4. Rekapitulasi Kuesioner Persepsi terhadap Profesi Bidan
Lampiran 5. Validitas Item Pertanyaan Persepsi terhadap Profesi Bidan
Lampiran 6. Reliabilitas Kuesioner Persepsi terhadap Profesi Bidan
Lampiran 7. Kuesioner Penelitian (lengkap)
Lampiran 8. Kisi-kisi dan Kunci Jawaban Kuesioner Penelitian
Lampiran 9. Analisis Data
Lampiran 10. Lembar Konsultasi Pembimbing Utama
Lampiran 11. Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping
Lampiran 12. Lembar Konsultasi Kuesioner Persepsi terhadap Profesi Bidan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahasiswa pendidikan kebidanan sebagai calon bidan yang akan
bekerja di tengah-tengah masyarakat harus mengerti tentang peran fungsi
mereka dan kompetensi yang harus dimiliki, sadar dengan perkembangan
profesi bidan terutama dalam perkembangan pendidikan bidan, karena
menjadi bidan yang profesional harus melewati jenjang pendidikan. Hal lain
yang harus dipahami oleh setiap bidan agar menjadi bidan profesional adalah
dengan memiliki persepsi yang baik terhadap profesi bidan, sehingga
mengetahui dan paham tentang perkembangan pendidikan bidan,
perkembangan pelayanan kebidanan, peran fungsi dan kompetensi bidan, kode
etik bidan dan standar pelayanan bidan. Dari persepsi dan perilaku mereka
tersebut dapat diidentifikasi apa yang dibutuhkan dan diinginkan mereka
sehingga ditemukan peluang-peluang yang memungkinkan dapat dijadikan
sebagai dasar untuk menyampaikan informasi mengenai sesuatu agar tidak
terjadi salah persepsi.
Penelitian khusus tentang persepsi terhadap profesi bidan pernah
dilakukan oleh Agustianty (2008) terhadap mahasiswa kebidanan jalur reguler
dan jalur transfer. Penelitian yang bersifat kualitatif ini memberikan hasil
bahwa persepsi terhadap profesi bidan sudah baik tentang mutu pendidikan,
perkembangan pelayanan kebidanan, peran fungsi dan kompetensi serta
standar pelayanan bidan baik pada mahasiswa reguler maupun transfer.
Persepsi yang baik akan dapat membantu terbentuknya motivasi
belajar yang kuat di dalam benak mahasiswa. Pengertian motivasi menurut
Dirgagunarsa dalam Sardiman (2007) motivasi adalah dorongan atau
kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar seseorang itu
berbuat atau bertindak, dengan kata lain bertingkah laku. Seperti halnya ketika
mahasiswa kebidanan mempunyai persepsi yang baik terhadap profesi bidan,
maka mereka akan termotivasi untuk belajar guna membentuk sikap dan
perilaku yang baik sehingga kelak dapat menjadi lulusan bidan profesional.
Penelitian tentang motivasi belajar mahasiswa pendidikan
kebidanan pernah dilakukan oleh Sulistiyowati (2008) dengan hasil yaitu
mahasiswa dengan motivasi belajar tinggi sebanyak 8 orang dari 50 responden
atau hanya sebesar 16%. Sedangkan yang lain didapat kategori motivasi
belajar sedang 27 orang (54%) dan kategori belajar rendah 15 orang (30%).
Masalah ini penting untuk diteliti karena motivasi merupakan
aspek yang sangat menentukan keberhasilan mahasiswa, baik selama
menempuh pendidikan maupun setelah lulus dan bekerja menjalankan
profesinya sebagai bidan yang profesional. Motivasi belajar yang terus
menerus diperlukan agar membantu mahasiswa mengkonsentrasikan diri pada
materi ajar yang diberikan.
Mencetak lulusan bidan profesional yang dapat bekerja dan
menjalankan tugas sesuai Standar dan Kode Etik profesi adalah tujuan dari
pendidikan kebidanan. Akademi Kebidanan YAPPI (Yayasan Pondok
Pendidikan Islam) Sragen adalah salah satu pendidikan Diploma III
Kebidanan yang berada di Kabupaten Sragen yang baru didirikan tahun 2006
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.208/D/0/2006.
Namun bagaimana persepsi terhadap profesi bidan dibentuk oleh
masyarakat/mahasiswa dalam menempuh pendidikan di sekolah kebidanan itu
sendiri.
Maka berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi terhadap Profesi Bidan dengan
Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan” di Akademi
Kebidanan YAPPI Sragen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu “Adakah Hubungan antara Persepsi tehadap Profesi Bidan
dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara Persepsi tehadap Profesi Bidan
dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana Persepsi Mahasiswa Pendidikan
Diploma III Kebidanan terhadap Profesi Bidan.
b. Untuk mengetahui bagaimana Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan
Diploma III Kebidanan.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoretis
Mendukung teori-teori di bidang pendidikan tentang hubungan
Persepsi terhadap Profesi Bidan dengan Motivasi Belajar Mahasiswa
Pendidikan Diploma III Kebidanan.
2. Aplikatif
Meningkatkan motivasi belajar mahasiswa Pendidikan Diploma III
Kebidanan dengan memberikan persepsi yang benar terhadap profesi
bidan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
E. Tinjauan Pustaka
1. Persepsi terhadap Profesi Bidan
a. Pengertian Persepsi
Poerwadarminto (2005) memberi pengertian persepsi adalah
sebagai tanggapan langsung dari sesuatu atau persepsi merupakan
proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Hal ini
dapat diartikan persepsi adalah tanggapan diri manusia yang
menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan,
memberi serta meraba (kerja indra) di sekitar kita.
Widayatun (2002) menjelaskan bahwa pertama terjadinya persepsi
adalah karena adanya obyek atau stimulus yang merangsang untuk
ditangkap oleh panca indra lalu dibawa ke otak. Dari otak terjadi
“kesan” atau jawaban (Response) yang dibalikkan ke indra kembali
berupa “tanggapan” berupa pengalaman hasil pengolahan otak. Proses
terjadinya persepsi ini perlu perhatian (Attention).
b. Profesi Bidan
Poerwadarminto (2005) memberi pengertian bahwa profesi adalah
suatu lingkungan pekerjaan dalam masyarakat yang memerlukan
syarat-syarat kecakapan dan kewenangan. Pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang ada di dalam
masyarakat atau lingkungan pekerjaan yang memerlukan syarat-syarat
kecakapan dan mempunyai kewenagan tertentu. Sofyan (2005)
menekankan bahwa suatu profesi dikatakan profesional apabila
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan pendidikan
yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dalam Sofyan (2005) menetapkan
bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di
wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan
kualifikasi untuk diregister (STR atau Surat Tanda Registrasi),
sertifikasi (SIB atau Surat Ijin Bidan) dan atau secara sah mendapat
lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Penyelenggara
pendidikan Bidan adalah institusi pendidikan tinggi baik pemerintah
maupun swasta sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum pada
sistem pendidikan nasional.
Kelulusan mahasiswa pendidikan Bidan dilakukan melalui UAP
(Ujian Akhir Program) yang terdiri dari uji Phantom, uji OSCA
(Objective Structured Clinical Assessment) dan uji APN (Asuhan
Persalinan Normal) yang disusun sebagai upaya peningkatan
keterampilan manajemen bidan dalam pertolongan persalinan.
Kemudian bidan yang akan menjalankan praktek terlebih dahulu harus
memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) (Ariyanto, 2008). Bidan
sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu sebagai berikut: pelayanan
bersifat khusus, jenjang pendidikan, diakui oleh masyarakat,
kewenangan yang sah, peran fungsi dan kompetensi yang jelas,
organisasi profesi (IBI), etika dan kode etik kebidanan, Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK), standar praktek, dan standar pendidikan.
Bidan merupakan profesi yang khusus yang sangat diperlukan
untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, karena bidan
adalah orang pertama yang melakukan penyelamatan kelahiran
sehingga ibu dan bayinya lahir selamat. Sehingga persepsi bahwa
bidan adalah profesi yang mulia perlu diterapkan pada diri mahasiswa
sekolah kebidanan guna membentuk motivasi belajar.
1) Perkembangan Pendidikan Bidan
Sofyan (2005) mempunyai sejarah pendidikan bidan yaitu:
- 1938: pendidikan bidan berdasar lulusan MULO (SMP)
- 1954: dibuka pendidikan Guru Bidan selama 3 tahun
- 1976: semua pendidikan bidan dihapus, menjadi SPK
- 1985: pendidikan bidan A (SPK + 1 tahun)
- 1993: pendidikan bidan B (Akper + 1 tahun)
pendidikan bidan C (SMP + 3 tahun)
- 1996: pendidikan D III Kebidanan
- 2000: pendidikan D IV Kebidanan
- 2006: pendidikan S2 Kebidanan
Pengembangan pendidikan kebidanan seharusnya dilakukan
secara berkesinambungan, berjenjang dan berlanjut sesuai dengan
prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi ditengahtengah
masyarakat. Sehingga mahasiswa diharapkan mempunyai
prinsip belajar seumur hidup dengan motivasi belajar tinggi.
2) Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet tahun 1992
menjelaskan tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan
bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai
pelaksana kesehatan KIA termasuk pembinaan dukun bayi, yang
berorientasi pada kesehatan masyarakat. Berbeda halnya dengan
bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan diberikan
berorientsi pada individu (Sofyan, 2005). Hal ini diharapkan
mahasiswa belajar untuk mengerti dan paham tentang tugas pokok
bidan dalam memberikan pelayanan.
3) Peran Fungsi dan Kompetensi Bidan
Berdasarkan Wahyuningsih (2007), peran fungsi bidan yaitu:
a) Peran sebagai Pelaksana, terdiri dari: tugas mandiri, tugas
kolaborasi dan tugas merujuk.
b) Peran sebagai Pengelola, yaitu dengan mengembangkan
pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok
khusus dan masyarakat.
c) Peran sebagai Pendidik, yaitu dengan memberikan pendidikan
dan penyuluhan kesehatan.
d) Peran sebagai Peneliti/Investigator, yaitu melakukan investigasi
atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan.
Sesuai dengan Kepmenkes RI No. 369/MENKES/SK/III/2007
dalam Wahyuningsih (2007) maka bidan memiliki 9 kompetensi:
Kompetensi ke 1 : Pengetahuan umum, ketrampilan dan perilaku
yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat
dan kesehatan profesional.
Kompetensi ke 2 : Pra Konsepsi, KB dan Ginekologi.
Kompetensi ke 3 : Asuhan konseling selama kehamilan.
Kompetensi ke 4 : Asuhan selama persalinan dan kelahiran.
Kompetensi ke 5 : Asuhan pada ibu nifas dan menyusui.
Kompetensi ke 6 : Asuhan pada bayi baru lahir.
Kompetensi ke 7 : Asuhan pada bayi dan balita.
Kompetensi ke 8 : Kebidanan komunitas.
Kompetensi ke 9 : Asuhan pada ibu atau wanita dengan gangguan
reproduksi.
4) Kode Etik Bidan Indonesia menurut Wahyuningsih (2007)
Kode Etik Bidan Indonesia digunakan sebagai pedoman dalam
berperilaku. Secara umum Kode Etik tersebut berisi 7 bab, yaitu:
kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir);
kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir); kewajiban bidan
terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir); kewajiban
bidan terhadap profesinya (3 butir); kewajiban bidan terhadap diri
sendiri (2 butir); kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan
tanah air (2 butir); dan penutup (1 butir).
Dalam menempuh pendidikan, mahasiswa diharapkan
termotivasi belajar untuk paham dan mengerti kode etik bidan agar
dalam menjalankan tugasnya kelak tidak melanggar kode etik
profesi.
5) Standar Pelayanan Kebidanan menurut Sofyan (2005)
Terdiri dari Standar Pelayanan Umum yaitu persiapan untuk
kehidupan keluarga sehat, pencatatan dan pelaporan; Standar
Pelayanan Antenatal yaitu identifikasi ibu hamil, pemeriksaan dan
pemantauan antenatal, palpasi abdominal, pengelolaan anemia
pada kehamilan, pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan,
persiapan persalinan; Standar Pertolongan Persalinan yaitu asuhan
persalinan kala I, persalinan kala II yang aman, penatalaksanaan
aktif persalinan kala III, penanganan kala II dengan gawat janin
melalui episiotomi; Standar Pelayanan Nifas yaitu perawatan bayi
baru lahir, penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan,
pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas; Standar Penanganan
Kegawatan Obstetri dan Neonatal yaitu penanganan perdarahan
dalam kehamilan pada trimester III, kegawatan pada eklamsia,
kegawatan pada partus lama/macet, persalinan dengan penggunaan
Vakum Ekstraktor, penanganan retensio plasenta, perdarahan
postpartum primer, perdarahan postpartum sekunder, penanganan
sepsis puerperalis, dan asfiksia neonatorum.
Setelah mengetahui isi Standar Pelayanan Kebidanan, diharap
mahasiswa termotivasi belajar guna memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan di masa depan.
c. Persepsi terhadap Profesi Bidan
Persepsi terhadap profesi bidan mempunyai pengertian sebagai
tanggapan yang menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar dan
merasakan keberadaan profesi bidan di sekitar kita dengan melihat
kinerjanya, mendengar tanggapan orang lain, merasakan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan dan berkembangnya isu dan
dilema tentang profesi bidan. Padminingrum dan Widiyanti (2005)
menyatakan bahwa terbentuknya persepsi tidak lepas dari pengalaman
dan pembelajaran masa lalu kita yang berkaitan dengan orang, obyek
atau kejadian serupa. Faktor lain yang mempengaruhi proses
terbentuknya persepsi seseorang yaitu umur, gender, agama, ekonomi
dan sosial budaya.
2. Motivasi Belajar Mahasiswa
a. Pengertian Motivasi
Poerwadarminto (2005) mengartikan motivasi sebagai dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Sama halnya dengan
Widayatun (2002) menyatakan bahwa motivasi berasal dari bahasa
latin Movere yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi
inilah yang mendorong seseorang utuk berperilaku beraktivitas dalam
pencapaian tujuan. Sukmadinata (2003) menambahkan bahwa motivasi
terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan dari luar
individu.
b. Motivasi Belajar Mahasiswa
Sukmadinata (2003) memberi pengertian motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Motivasi memegang
peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam
belajar sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak
untuk melakukan kegiatan belajar.
Syah (2005) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat dibedakan
menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang
dapat mendorong melakukan tindakan belajar, seperti: perasaan
menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut,
misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang
dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan
kegiatan belajar, yang berupa: pujian, penghargaan, hukuman,
peraturan atau tata tertib sekolah, suri teladan orangtua dan guru.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal
maupun eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa
dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di
institusi pendidikan maupun di rumah.
Syah (2005) menambahkan bahwa dalam perspektif kognitif,
motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik
karena lebih murni dan tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh
orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki
pengetahuan dan ketrampilan untuk masa depan, umpamanya,
memberi pengaruh lebih kuat dibandingkan dengan dorongan hadiah
atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru.
3. Peranan Persepsi terhadap Pembentukan Motivasi Belajar
Persepsi yang merupakan suatu tanggapan dari bagaimana kita
melihat, mendengar, merasakan, memberi dan meraba, dimulai dari suatu
kesan terhadap rangsangan. Tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami
jika rangsangan sudah tidak ada, kemudian tanggapan tersebut mengalami
proses pemahaman yang disebut appersepsi. Dimana setiap individu akan
menyimpan pemahamannya dalam ingatan. Fungsi penting dari ingatan
adalah menyimpan tanggapan-tanggapan yang berlangsung melaui
pengamatan. Suatu saat ingatan dapat dipanggil kembali dengan bantuan
rangsangan. Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapantanggapan
yang sudah dimiliki untuk menciptakan tanggapan-tanggapan
baru. Fantasi memberikan arti yang besar kepada kehidupan manusia. Oleh
sifatnya yang hidup, dinamis, dan kaya, maka fantasi sering
mempengaruhi mimpi, harapan dan perasaan untuk menyusun cita-cita dan
rencana guna membangun kehidupan yang lebih bahagia. Bahkan dalam
dunia pengajaran dan pendidikan, fantasi memberikan pengaruh yang
besar untuk membangun motivasi belajar, semangat meneliti dan
kreativitas anak (Kartono, 2004). Mahasiswa pendidikan kebidanan
pastilah memiliki cita-cita untuk menjadi bidan profesional, dimana harus
memenuhi kecakapan sesuai standar, baik pengetahuan maupun
keterampilan. Hai ini akan mendorong mahasiswa untuk memenuhi
kebutuhan materi ajar saat menempuh pendidikan kebidanan. Sehingga
dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Syah (2005) juga menyatakan bahwa motivasi intrinsik dapat
mendorong melakukan tindakan belajar, seperti: perasaan menyenangi dan
kebutuhannya terhadap materi.
F. Kerangka Konsep
Untuk mengambarkan alur pemikiran secara jelas, maka dapat
dibuat suatu kerangka konsep seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian
G. Hipotesis
Persepsi mahasiswa yang benar terhadap profesi bidan akan
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
Persepsi terhadap
Profesi Bidan
Kesan Tanggapan Perhatian
Appersepsi
(pemahaman)
Ingatan
Fantasi atau imajinasi
(kemampuan menggunakan
tanggapan yang telah ada)
Cita-cita menjadi
Bidan Profesional
Pengatahuan
Keterampilan
Kebutuhan
terhadap materi
Minat
(kesenangan)
Intrinsik Ekstrinsik
Penghargaan
Pujian
Hukuman
Motivasi Belajar
Mahasiswa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
H. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik
dengan desain penelitian secara Cross Sectional.
I. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni 2009 di Akademi
Kebidanan YAPPI Sragen, jalan Letjen Suprapto no.21 Sragen.
J. Populasi Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek penelitian. Pengertian populasi
menurut Singarimbun yang disampaikan oleh Iskandar (2008) adalah jumlah
keseluruhan dari unit-unit analisa yang memiliki ciri-ciri yang akan diduga.
1. Populasi Target adalah populasi yang menjadi sasaran aktif yang
parameternya akan diketahui melalui penelitian. Dalam penelitian ini yaitu
mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan.
2. Populasi Aktual adalah bagian dari populasi target tempat sampel
diambil. Dalam penelitian ini yaitu mahasiswa Akademi Kebidanan
YAPPI Sragen tingkat II (semester 4). Hal ini dipilih atas pertimbangan
yaitu sebagai evaluasi diri tentang persepsi terhadap profesi bidan dan
motivasi belajar mahasiswa karena pada tingkat II telah ditempuh separuh
perjalanan menuju profesi bidan, sehingga diharapkan pada tingkat
berikutnya atau tingkat akhir dapat memperbaiki persepsi terhadap profesi
bidan dan motivasi belajarnya dapat ditingkatkan lagi.
K. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara
representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang
diamati (Iskandar, 2008). Jumlah mahasiswa Akademi Kebidanan YAPPI
Sragen tingkat II yaitu 66 siswa, maka penelitian ini menggunakan teknik total
sampling. Karena apabila jumlah populasi kurang dari 100 maka lebih baik
diambil semua sebagai sampel (Arikunto, 2002).
L. Kriteria Restriksi
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa tingkat II
yang tercatat aktif di Akademi Kebidanan YAPPI Sragen.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa yang
menolak menjadi responden, sedang cuti atau tidak hadir saat dilakukan
penelitian, dan yang pernah mendapat penghargaan akademik selama
menempuh pendidikan di kebidanan yaitu peringkat 1, 2 dan 3 kelas.
M. Definisi Operasional
1. Variabel bebas : Persepsi terhadap Profesi Bidan
Persepsi terhadap profesi bidan mempunyai pengertian sebagai
tanggapan yang menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar dan
merasakan keberadaan profesi bidan di sekitar kita.
Alat ukur : Kuesioner persepsi terhadap profesi bidan dengan
skala Likert yang dibuat sendiri oleh peneliti.
Skala : Interval.
Cara mengukur : Dengan memberikan kuesioner yang berisi daftar
pertanyaan disertai alternatif jawaban tentang
persepsi terhadap profesi bidan kepada responden
untuk diisi kemudian dinilai menggunakan skor.
2. Variabel terikat : Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di
dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai
tujuan. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar (internal) dan
intensif dari luar (eksternal).
Alat ukur : Kuesioner motivasi belajar dengan skala Likert dari
kuesioner baku oleh Abdullah yang pernah
digunakan oleh Sulistiyowati (2008).
Skala : Interval.
Cara mengukur : Dengan memberikan kuesioner yang berisi daftar
pertanyaan disertai alternatif jawaban tentang
motivasi belajar kepada responden untuk diisi
kemudian dinilai menggunakan skor.
N. Instrumentasi
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
peneliti terjun langsung ke lapangan yang hanya dilakukan satu kali dengan
memberikan kuesioner tentang persepsi untuk menilai tingkat persepsi
mahasiswa terhadap profesi bidan dan tentang motivasi untuk menilai tingkat
motivasi belajar mahasiswa.
Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas pada
kuesioner tentang motivasi belajar, karena sudah terdapat skala baku tentang
pengukuran motivasi belajar yang disusun Abdullah dan pernah digunakan
dalam penelitian Sulistiyowati (2008). Dengan menggunakan pendekatan split
half, Abdullah melaporkan bahwa koefisien reliabilitas kuesioner ini adalah
sebesar rxx=0,86. Sedangkan untuk kuesioner tentang persepsi terhadap profesi
bidan telah dikonsultasikan pada seseorang yang memahami profesi bidan.
Kemudian untuk mengetahui sejauh mana kuesioner tersebut memenuhi
kriteria sebagai alat ukur, maka sebelum kuesioner dibagikan kepada
responden, dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada responden lain yang
memiliki kesamaan karakteristik dengan sampel penelitian yaitu mahasiswa
D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS jalur Reguler semester 4.
Pengujian validitas dengan Pearson Product Moment dan reliabilitas dengan
Cronbach Alpha yang dihitung menggunakan program SPSS 16.0 for
Windows. Jika nilai r hitung > r tabel berarti valid, demikian sebaliknya. Adapun
rtabel untuk pengujian validitas dengan taraf kemaknaan a = 0,05 dan sampel
sebanyak n = 20 adalah 0,423.
Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan pada mahasiswa D IV
Kebidanan FK UNS semester 4 dengan responden 20 mahasiswa. Dari 32 item
pernyataan ada 28 item yang valid, 4 item yang tidak valid tidak dipergunakan
dalam penelitian ini.
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Iskandar, 2008). Hasil dari uji reliabilitas dari
instrumen wawancara adalah 0,9206 sehingga dapat disimpulkan bahwa daftar
pernyataan reliabel.
Penilaian kuesioner menggunakan skala Likert. Berdasarkan skala
Likert terdapat 5 alternatif jawaban baik untuk pertanyaan positif maupun
negatif sebagai berikut:
Tabel 3.1 Penskoran dengan skala Likert (5 alternatif jawaban)
Pernyataan Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 5 1
Setuju (S) 4 2
Tidak pasti (TP) 3 3
Tidak setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak setuju (STS) 1 5
(Iskandar, 2008)
Penskoran alternatif jawaban “Tidak Pasti (TP)” pada kuesioner ini
dihilangkan untuk menghindari adanya kebingungan jawaban subyek,
sehingga hanya tersedia 4 akternatif jawaban sebagai berikut:
Tabel 3.2 Penskoran dengan skala Likert (4 alternatif jawaban)
Pernyataan Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak setuju (STS) 1 4
O. Rencana Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis statistik kuantitatif. Untuk mengukur tingkat
atau eratnya hubungan digunakan analisa Uji Korelasi Spearman Rank (Rho)
karena data yang dihitung berupa tata jenjang.
Cara untuk menghitung Uji Korelasi Spearman Rank (Rho)
menurut Hartono (2008) dan Hidayat (2007) adalah sebagai berikut:
n(n 1)
6 b
1 2
2
i
-
r = – å
keterangan:
r = (Rho) Keefisien korelasi spearman
bi = selisih pengamatan tiap pasang sampel dalam urutan
(dengan membuat ranking dalam tabel penolong)
n = jumlah total subyek
Penghitungan nilai koefisien korelasi Spearman Rank (Rho)
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows.
Uji signifikansi harga observasi rho dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antar kedua variabel, ada tiga cara menurut Hartono
(2008) yaitu sebagai berikut:
1. Menggunakan tabel nilai ”t”, dengan cara membandingkan antara thitung
dengan nilai ttabel sesuai dengan besarnya n dan taraf signifikan yang
diinginkan, dengan ketentuan:
a. Jika thitung ≥ ttabel maka Ho ditolak
b. Jika thitung < ttabel maka Ho diterima
2. Berdasarkan probabilitas, yaitu dengan membandingkan sig. (2-tailed)
atau nilai probabilitas dengan 0,05. dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bila nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 berarti tidak ada korelasi
yang signifikan (Ho diterima)
b. Bila nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 berarti ada korelasi yang
signifikan (Ho ditolak)
3. Menggunakan penjelasan tanda bintang (**/*) dibawah tabel sudut kiri.
Tanda bintang hanya muncul bila ada korelasi yang signifikan, tapi bila
tidak ada tanda bintangnya berarti tidak ada korelasi.
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi
yang ditemukan besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan
sebagai berikut:
Tabel 3.3 Pedoman penafsiran koefisien korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 Tiada korelasi
0,01 hingga 0,199 atau -0,01 hingga -0,199 Sangat Rendah
0,20 hingga 0,399 atau -0,20 hingga -0,399 Rendah
0,40 hingga 0,599 atau -0,40 hingga -0,599 Sedang
0,60 hingga 0,799 atau -0,60 hingga -0,799 Kuat
0,80 hingga 1,000 atau -0,80 hingga -1,000 Sangat Kuat
(Iskandar, 2008)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pengambilan sampel dengan teknik total sampling diperoleh sebanyak 60
responden dari 66 mahasiswa Akademi Kebidanan YAPPI Sragen setelah melalui
kriteria restriksi (inklusi dan ekslusi) dan diperoleh hasil sebagai berikut:
A. Persepsi terhadap Profesi Bidan
Hasil penelitian tentang persepsi terhadap profesi bidan yang dilakukan
pada 60 responden mempunyai rentan nilai 81 hingga 109, mean sebesar
95,97, median sebesar 94,00, modus 92 dan standar deviasi sebesar 8,655.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar histogram dibawah ini:
Gambar 4.1 Histogram Persepsi terhadap Profesi Bidan
Jumlah
Mahasiswa
Skor Persepsi terhadap Profesi Bidan
Perepsi terhadap Profesi Bidan
B. Motivasi Belajar
Hasil penelitian tentang motivasi belajar yang dilakukan pada 60
responden mempunyai rentan nilai 106 hingga 137, mean sebesar 120,38,
median sebesar 119,00, modus 113 dan standar deviasi sebesar 8,417. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar histogram dibawah ini:
Gambar 4.2 Histogram Motivasi Belajar
C. Analisis Data
Perhitungan korelasi Spearman Rank dengan bantuan SPSS 16.0 for
Windows menghasilkan nilai rho sebesar 0,587 dengan nilai probabilitas 0,000.
Uji signifikasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai probabilitas
dengan tingkat alpha yaitu 0,000 < 0,05 berarti ada korelasi yang signifikan
(H0 ditolak). Dengan demikian diketahui bahwa terdapat hubungan antara
Jumlah
Mahasiswa
Skor Motivasi Belajar Mahasiswa
Motivasi Balajar Mahasiswa
persepsi terhadap profesi bidan dengan motivasi belajar mahasiswa Akademi
Kebidanan YAPPI Sragen.
Angka rho sebesar 0,587 menunjukkan bahwa derajat hubungan antara
kedua variabel termasuk sedang. Angka positif menunjukkan bahwa arah
hubungan kedua variabel adalah sebanding, dalam artian persepsi mahasiswa
yang benar terhadap profesi bidan akan meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa.
BAB V
PEMBAHASAN
Hasil penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi Spearman (rho) sebesar
0,587 dengan nilai probabilitas 0,000. Bila nilai rho diterapkan dalam tabel
koefisien korelasi tingkat hubungannya tergolong sedang. Dengan nilai p yang
lebih kecil dari tingkat alpha (0,000 < 0,05) yang berarti ada hubungan yang
bermakna (signifikan) antara persepsi terhadap profesi bidan dengan motivasi
belajar. Nilai rho bertanda positif menunjukkan adanya hubungan positif antara
persepsi terhadap profesi bidan dengan motivasi belajar mahasiswa. Hal ini berarti
hipotesis “persepsi yang benar terhadap profesi bidan akan meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa”, diterima.
Persepsi mahasiswa Akademi Kebidanan YAPPI Sragen terhadap profesi
bidan, menghasilkan nilai mean yang tinggi yaitu sebesar 95,97 dari rentan nilai
81 hingga 109. Hal ini dimungkinkan pada mahasiswa tingkat II yang telah
menempuh separuh perjalanan menuju profesi bidan, telah mempersiapkan diri
dan dibekali dengan banyak pengetahuan sehingga mempunyai persepsi yang
benar terhadap profesi bidan. Menurut hasil penelitian tentang hubungan persepsi
terhadap profesi bidan dengan motivasi belajar yang dilakukan pada mahasiswa
tingkat II Akademi Kebidanan YAPPI Sragen diperoleh hubungan yang tergolong
sedang antara persepsi terhadap profesi bidan dengan motivasi belajar, yaitu
dengan koefisien korelasi sebesar 0,587.
Hubungan yang sedang menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempunyai
skor tinggi pada persepsi terhadap profesi bidan belum tentu mempunyai skor
tinggi pada motivasi belajar, begitu pula mahasiswa yang mempunyai skor rendah
pada persepsi terhadap profesi bidan belum tentu rendah pada skor motivasi
belajar. Hal ini dapat dilihat pada ranking variabel persepsi terhadap profesi bidan
dan ranking variabel motivasi belajar masing-masing mahasiswa pada tabel
penolong (terlampir). Walaupun dari hasil penelitian tentang motivasi belajar
mahasiswa menunjukkan nilai mean yang tinggi yaitu sebesar 120,38 dari rentan
nilai 106 hingga 137. Hal ini menunjukkan tidak hanya persepsi terhadap profesi
bidan yang mempengaruhi motivasi belajar. Dalam Syah (2005) yang menyatakan
bahwa motivasi belajar dapat berasal dari intrinsik maupun ekstrinsik. Bastable
(2002) juga menyatakan bahwa terdapat tiga ketegori utama dalam faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu atribut pribadi (terdiri dari: tahap
perkembangan, kesiapan emosi, usia, gender, nilai dan keyakinan dan status
kesehatan), pengaruh lingkungan (seperti: karakteristik lingkungan belajar,
keterjangkauan dan ketersediaan sumber daya manusia dan materi), serta sistem
hubungan peserta didik (seperti: keluarga, komunitas dan pengaruh pengajar).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian yang telah dilakukan peneliti mengenai “Hubungan Persepsi
terhadap Profesi Bidan dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan
Diploma III Kebidanan” di Akademi Kebidanan YAPPI Sragen mempunyai
kesimpulan sebagai berikut:
1. Persepsi mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan terhadap profesi
bidan menghasilkan nilai mean yang tinggi yaitu sebesar 95,97 dari rentan
nilai 81 hingga 109 dan standar deviasi sebasar 8,655.
2. Motivasi belajar mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan
menunjukkan nilai mean yang tinggi yaitu sebesar 120,38 dari rentan nilai
106 hingga 137 dan standar deviasi sebesar 8,417.
3. Persepsi terhadap profesi bidan mempunyai hubungan yang bermakna
(signifikan) dan positif dengan motivasi belajar mahasiswa Pendidikan
Diploma III kebidanan, yang ditunjukan dengan nilai koefisien korelasi rho
sebesar 0,587 dan nilai p sebesar 0,000.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti menyarankan:
1. Bagi Mahasiswa Pendidikan Diploma III Kebidanan
a. Menambah pemahaman dan pengetahuan tentang hal-hal yang dapat
mempengaruhi dan meningkatkan persepsi terhadap profesi bidan dan
motivasi belajar yaitu dengan membuka website resmi Organisasi
Profesi IBI.
b. Tetap mempertahankan persepsi yang benar terhadap profesi bidan dan
motivasi belajar yang tinggi, sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
2. Bagi Pendidik
Memberi dorongan moral dan spiritual kepada anak dan peserta
didiknya untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menanamkan
persepsi yang benar terhadap profesi bidan
3. Bagi Organisasi Profesi IBI
Menyebarluaskan informasi terbaru tentang profesi bidan melalui
berbagai sarana publikasi agar masyarakat luas baik tenaga kesehatan
seprofesi maupun sejawat, mahasiswa pendidikan kebidanan dan orang lain
dapat mengetahui informasi yang benar, guna menghindari salah persepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustianty M. 2008. Persepsi Mahasiswa Reguler dan Jalur Transfer Program
Studi D IV Kebidanan Universitas Sebelas Maret terhadap Profesi Bidan.
(Karya Tulis Ilmiah). Surakarta: UNS.
Ariyanto. 2008. Surat Ijin Praktek Bidan. http://kpt.kamparkab.go.id/?q=node/53.
Diakses tanggal 12 Juni 2009.
Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta. Hal: 106-24.
Bastable S. B. 2002. Perawat sebagai Pendidik. Jakarta: EGC. Hal: 56-8.
Hartono. 2008. SPSS 16.0 Analisis Data Statistika dan Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal: 53-92.
Hidayat A. A. A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika. Hal: 140-3.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Kartono K. 2004. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Hal: 45-69.
Narbuko C, Achmadi A. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hal: 125-6.
Padminingrum D, Widiyanti E. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi. (Modul
Pembelajaran). Surakarta: UNS. Hal: 71.
Poerwadarminto, W. J. S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Hal: 756-865.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Press. Hal: 73.
Sofyan, M. 2005. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta:
Pengurus Pusat IBI. Hal: 5-164.
Sugiyono. 2005. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta.
Hal: 98.
Sukmadinata N. S. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Hal: 156.
Sulistiyowati. 2008. Hubungan antara Harga Diri dengan Motivasi Belajar
Mahasiswa Semester II D IV Kebidanan UNS Surakarta 2007/2008.
(Karya Tulis Ilmiah). Surakarta: UNS.
Syah M. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Hal: 136-7.
Taufiqurohman M. A. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu
Kesehatan. Surakarta: UNS Prees. Hal: 54.
Wahyuningsih, H. P. 2007. Etika Profesi Dilengkapi Hukum Kesehatan Dalam
Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya.
Widayatun T.R. 2002. Ilmu Perilaku. Jakarta: CV Sagung Seto. Hal: 110-6.

Makna Konflik

Makna Konflik
 A. Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Definisi dari konflik adalah :
1.Suatu kondisi dimana tujuan, kebutuhan dan nilai-nilai kelompok yang bersaing, bertabrakan dan akibatnya terjadilah agrasi walaupun belum tentu berbentuk kekerasan (schelling).
2.Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.
3.Sikap saling memperthankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok yaitu memiliki tujuan dan pandangan berbeda dalam upaya mencapai tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi bukan kerjasama.
Konteks konflik meliputi :
Konflik domestik : isu utamanya adalah suatu kondisi dimana terdapat masalah-masalah antara pemegang kekuasaan dengan penantangnya yang diselesaikan dengan cara damai.
Konflik regional : isu utama menekankan proses negosiasi dan hubungan antara negara tetangga. Bentuk hubungan bisa bersifat cooperative, competitive, dan transforming.
Konflik internasional : isunya sama dengan konflik regional tetapi cakupannya lebih luas.
Konflik dapat menjadi alat yang efektif dalam percaturan internasional. Ia dapat mengemban fungsi sebagai upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuatan (power), memelihara kohesifitas internal dan memeperluas hubungan ke luar. Kekerasan seringkali merupakan alat yang ampuh untuk bargaining position. Meskipun demikian penyelesaian konflik selalu merupakan tujuan yang secara politik paling diharapkan, karena hal itu mengurangi korban jiwa manusia, mencegah disorganisasi suatu bangsa dan memulihkan stabilitas dalam hubungan luar negeri mereka. Penyelesaian konflik (conflict resolution) adalah suatu jalan menuju perdamaian, sekurang-kurangnya perdamaian negative, dan mempunyai fungsi lain, misalnya menjamin stabilitas politik dan kesinambungan pembangunan sosial maupun ekonomi.

Penyelesaian konflik (conflict resolution) didefinisikan sebagai suatu proses mencari peluang penyelesaian konflik dimana setiap pelaku tidak lagi merasa perlunya melanjutkan perselisihan dan mengakui bahwa dengan begitu mungkin mereka dapat memperoleh keuntungan tertentu. (nicolson, 1991: h. 59).
Definisi lain mengatakan bahwa penyelesaian konflik adalah suatu proses yang berkaitan dengan bagaimana menemukan jalan untuk mengakomodasi kepentingan eksplisit dari pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua dimensi, pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :
1.Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
3.Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.

Makalah Aspek Legal


KATA PENGANTAR









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI............................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 3
A.LATAR BELAKANG............................................................................ 3
B.TUJUAN.................................................................................................. 4
C.PEGERTIAN........................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................... 6
A.DOKUMENTASI PERAWATAN......................................................... 6
B.MANAJEMAN RESIKO/KONFLIK.................................................... 7
C.ASPEK LEGAL DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN....... 11
BAB III BENTUK DOKUMENTASI KEPERWATAN.......................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 17






BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Peran perawat dalam kehidupan manusia adalah meberikan bantuan pada manusia mulai konsepsi ,   sejalan dengan  siklus kehidupan manusia ,  pelayanan keperawatan adalah membantu  individu  dan atau masyarakat  untuk sembuh dari penyakitnya dan mencapai derajat kesehatannya yang optimal.  Bentuk pelayanan keperawatan tersebut  adalah pelayanan komfrehensif  menacakup bio – psiko – sosio – spiritual  . Dalam memberikan pelayanan keperawatan ,perawat dituntut memberikan pelayanan secara  profesionalisme ( Lokakarya keperawatan Nasional 1983 ) .

Perawat professional  dalam  menjalankan peran dan fungsinya  harus mengacu pada standar profesi , standar profesi yang berlaku mencakup  beberapa aspek  diantaranya  standar Ilmu keperawatan , standar akuntabilitas , standar  pelaksanaan asuhan keperawatan. Pada aspek standar  akuntabilitas maka perawat  dihadapkan pada tanggung jawab dan tanggung gugat dengan demikian  pendokumentasian  praktik keperawatan menjadi unsur  penting dalam semua pelaksanaan aspek  standar professional keperawatan .
Beberapa  item standar  akuntabilitas  yang berhubungan dengan dokumentasi praktik  keperawatan antara lain  :

Standar  Akuntabilitas Profesional keperawatan  ( DPP PPNI  tahun 1999  )
1.    Berfungsi sejalan dengan legislasi dan standar praktek keperawatan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya.
2.    Menunjukan minat , empati , percaya , jujur dan hangat  pada saat bertinteraksi dengan klien.
3.    Bertindak sebagai perwakilan klien dengan membantu klien memahami informasi yang relevan .
4.    Bertindak  sebagai perwakilan klien dengan melindungi dan meningkatkan hak – hak klien untuk  :
Ä  Memperoleh informasi yang absah.
Ä  Menyepakati secara sadar akan asuhan keperawatan , pengobatan dan peran sertanya dalam kegiatan penelitian .
Ä  Privasi dan dan kerahasiaan
Ä  Pengobatan yang sesuai dengan manusia sebagai individu.
Ä  Berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi asuhan keperawatan  yang ditujukan padanya.
5.    Bertanggung gugat  terhadap  tindakan yang dilakukan .
6.    Menunjukan kemampuan dalam hal  pengetahuan yang mutakhir pada saat menjalankan praktek.
7.    Mencari  bantuan dan bimbingan bila tidak dapat melaksanakan tugas – tugas nya secara kompenten
8.    Menghindari mempraktekkan hal hal diluar batas kemampuan
9.    Bekerjasama sesama anggota  profesi
10.  Bekerjasama dengan anggota kesehatan lain.
11.  Membuat pertimbangan dalam  menjalankan rencana keperawatan yang bersifat multidisplin yang telah disusun.
12.  Berbagi pengetahuan dan keahlian dengan orang lain
13.  Melakukan  tindakan pada kondisi dimana keamanan atau kesejahteraan  klien tidak diperhatikan / terancam.
14.  Melaporakan kejadian tentang praktek yang tidak benar  atau kekeliruan dalam menjalankan pelayanan keperawatan oleh tenaga lain ( bukan perawat ) kepada yang berwenang.
15.  Membantu mengembangkan kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan asuhan klien .
16.  Membantu pengembangan  keperawatn atau sistem pelayanan keperawatan .

B. Tujuan    :

Secara umum tujuan  pembahasan aspek legal etik dan manajemen resiko dalam dokumentasi keperawatan adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam pemberian pelayanan yang konfrehensif dan optimal pada individu , keluarga dan masyarakat.
Tujuan khusus :
1.     Meningkatkan pelayanan keperawatan melalui analisis pendokumentasian pelayanan keperawatan .
2.     Memberikan perlindungan malpraktik  pada masyarakat.
3.     Memberikan perlindungan hukum pada perawat
4.     Memudahkan kerjasama antar profesi dalam bidang kesehatan .

C. Pengertian

Untuk mempermudah dan kesamaan persefsi dalam penulisan makalah ini kelompok menyajikan beberapa istilah yang prinsip antara lain :
  1. Aspek legal Etik adalah cara pandang dalam mengkaji , menganalisa , menempatkan  sikap dan tindak keperawatan dipandang dari sisi etika serta landasan aturan norma hukum yang berlaku.
  2. Dokumentasi keperawatan  adalah merupakan catatan otentik  atau semua warkat  asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum dalam bidang keperawatan.
  3. Praktik keperawatan adalah seluruh tindakan keperawatan secara profesional yang memerlukan pengetahuan khusus  ( biologi , fisika, perilaku , psikologi , sosiologi dan ilmu keprewatan ) dalam melaksanakan pengkajian , menegakkan diagnosa , melakukan intervensi dan evaluasi dalam rangka upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan  individu dan masyarakat serta pengelolaan masyalah kesehatan .
  4. Legal dalam  bidang keperawatan adalah kerangka aturan atau norma  yang secara etik  dan hukum dalam bentuk  fisik atau moral  yang berlaku secara wajar dalam memberikan perlindungan pada perawat dan klien .
  5. Manajemen Resiko adalah upaya  pengololaan manajerial resiko asuhan keperawatan yang meliputi  perencanaan , pengorganisasian , pelaksanaan dan evaluasi .
  6. Resiko asuhan keperawatan adalah  bentuk ancaman  dan atau  dampak dalam pemberian asuhan keperawatan  yang muncul akibat dari pemberian asuhan keperawatan itu sendiri serta unsur lain ( luar ) yang mengintervensinya.



B A B   II
TINJAUAN  TEORI

A. Dokumentasi Keperawatan
Merupakan bukti catatan , pelaporan dan arsif  yang dimiliki perawat dan institusi keperawatan  berguna untuk kepentingan klien , perawat , tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi serta instiusi keperawatan , dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap yang tertulis dan dapat dipertanggung jawabkan serta tanggung gugat .
Dokumentasi keperawatan dalam implementasinya melekat pada  prasyarat legal perawat dan tindakan dalam asuhan kepewatan . Dalam asuhan keperawatan dokumentasi itu sendiri merupakan keterampilan mencakup proses komunikasi , proses keperawatan dan standar dokumentasi dalam memberikan asuhan keperawatan . Keterampilan dalam dokumentasi keperawatan mencakup 
1. Keterampilan dokumentasi dalam pengkajian keperwatan .
2. Keterampilan mengindentifikasi masalah dan kebutuhan  untuk perawatan.
3. Keterampilan dokumentasi rencana keperawatan .
4. Keterampilan dokumentasi dalan tindakan keperawatan.
5. Keterampilan dokumentasi dalam evaluasi keperawatan .
6. Keterampialan  dalam mengkomunikasikan hasil dokumentasi.
Dokumentasi keperawatan dilaksanakan  agar tidak terjadi pemutar  balikan fakta , untuk mencegah kehilangan informasi  serta memberikan informasi sesama perawat maupun tenaga kesehatan lain , untuk itu perlu ada standar pendokumensian yang harus dilaksanakan . Standar dokumentasi adalah bentuk catatan , isian format ,serta bentuk lain yang ditetapkan  berdasarkan ilmu atau standar Operational  Presedur ( SOP ).
Standar dokumentasi dilihat dari sudut pandang  perawat  ;
Ø  Memberikan panduan dalam pertanggung jawaban
Ø  Meningkatkan kepuasan
Ø  Memberikan kriteria hasil , memberikan kerangka kerja .
Standar  dokumentasi dilihat dari sudut pandang klien ;
Ø  Dapat memberitahukan klien tentang ide asuhan keperawatan  mengenai
*                  Tanggung jawab kualitas asuhan keperawatan
*                  Meningkatkan kepuasan klien
*                  Merefleksikan hak klien
Ø  Memberikan batasan pada klien tentang sesuatu model pelayanan asuhan keperawatan , penetapan kebutuhan pelayanan  keperawatan dan keuntungan  bagi klien.
Dokumentasi akan efektif apabila dilaksanakan apabila dilaksanakan dengan kaidah kaidah sebagai berikut :
  1. Catat waktu dan tempat pendokumentasian
  2. Prilaku yang mendukung dokumentasi efektif
Ø   Catat kejadian setelah terjadi
Ø   Lakukan pencatatan  pada data rutin dan repetitif
Ø   Catat jumlah waktu yang dipergunakan dalam perkiraan penggunaan waktu
Ø   Jangan mengulang catatan
Ø   Diskusikan dengan staf lain untuk pengaturan jadwal
Ø   Atur dan kembangkan waktu untuk pencatatan
  1. Atur bentuk dokumentasi mencakup
Ø   Simplisit ( sederhana )
Ø   Conservatism ( akurat )
Ø   Precision ( ketepatan )
Ø   Irrefutability ( jelas dan objktif )
Dokumentasi digunakan sebagai
Ø    Alat komunikasi
Ø    Mekanisme  tanggung - jawab dan tanggung – gugat .
Ø    Metode pengupulan dan pengolahan data
Ø    Sarana pelayanan keperawatan induvidual
Ø    Sarana evaluasi
Ø    Sarana peningkatan kerjasam antatim kesehatan
Ø    Sarana pendidikan lanjutan
Ø    Untuk audit pelayanan keperawatan
Ruang lingkup Dokumentasi keperawatan dalam asuhan keperawatan adalah
1.    Format riwayat keperawatan 
2.    Data biografi klien dan kelurga
3.    Riwayat sebelum sakit
4.    Riwayat Penyakit sekarang
5.    Riwayat kesehatan keluarga ( susunan keluarga berhubungan dengan keturunan ).
6.    Riwayat kesehatan lingkungan
7.    Keadaan psikososial
8.    Kebiasaan hidup sehari – hari
9.    Kriteria hasil asuhan keperawatan ( Pengkajian , Diagnosa , Intervensi dan Evaluasi keperawatan ).



B. Manajemen Resiko / konflik
Manajemen  sesuatu yang sering kita dengan sehari – hari , secara umum manajemen diartikan  sebagai pengaturan , dalam pelaksanaan  kesehariannya manajemen diartikan sebagai pengelolaan yang mencakup kegiatan  perencanaan , anggaran , oganisasi , pelaksanaan, controling  dan evaluasi . Manajemen   yang diistilahkan  secara populer dikenal dengan  ” 5 M ”  Man          (   manusia ) , Money ( dana ) , Material ( sarana ) , macine  methode ( cara / prosedur ) , dan marketing ( penjualan , pelanggan / klien ) .
Resiko  secara  harfiah mengandung arti bahaya ,seperti telah dijelaskan  pada  Bab I  bahwa resiko mengandung pengertian  sesuatu ancaman atau dampak negatif dari sesuatu atau dalam kata lain sesuatu ketidak  setujuan antara dua orang atau keadaan dan mengancam kepentingan dari kedua orang / keadaan tersebut .
Konflik  secara harfiah mengandung arti pertentangan / perselisihan , namun pengertian / defenisi dari konflik  adalah :
 Marquis & Huston 1998
” Sebagai masalah internal  dan eksternal yang terjadi akibat perbedaan pendapat , nilai – nilai atau keyakinan antara dua orang atau lebih ” .
Littlefield  1995
” Sebagai suatu kejadian atau proses terjadi dari sesuatu ketidak setujuan  dari dari dua orang / organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang mengancam kepentingannya. ”
Sebagai suatu proses ,  konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok dimana setiap orang atau kelompok berusaha  menghalangi atau mencegah kepuasan dari seseorang .
Dari pengertian diatas  berarti ada kesamaan antara  Resiko dan konflik , dalam pembahasan ini kelompok akan membahas masalah   konflik dalam keperawatan
Dalam manajerial keperawatan konflik  sering terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan oleh karenanya konfilk dapat diasumsikan pada dua hal dasar yaitu 1) . Konflik  adalah sesuatu hal yang tidak dapat dihindari  dalam suatu organisasi , 2). Apabila konflik dapat di kelola dengan baik , konflik dapat  menghasilkan sutu kualitas produksi , penyelesaian yang kreatif  dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan .
Penanganan konflik secara kontruksi dengan penekanan win – win solution  merupakan keterampilan kritis dalam sutu manajemen .
Pada awal abad  20 , konflik diinterprestasikan sebagai suatu kelemahan / keburukan dan sesuatu yang harus dihindari . keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan namun konflik tetap selalu ada walaupun dihindari . Teori interaksi pada tahun 1970 konflik mulai diterima  dan dikemukakan  sebagai suatu hal yang penting dan secara aktif  mengajak organisasi dalam pertumbuhan produksi ,  dan kemudian oleh ( Erwin , 1992 ) mengemukanan manajemen konflik yang konstuktif  akan mengakibatkan stress , dapat meningkatkan produktifitas dan kreatifitas , dan menghasilkan lingkungan yang kondusif  untuk didiskusikan  sebagai fenomena utama , komunikasi yang terbuka melalui express feeling , tukar fikiran dan tanggungjawab yang menguntungkan dalam penyelesaian perbedaan pendapat .
Katagori konflik
Konflik dapat dikatagorikan menjadi 3 jenis  :
1.  Konflik Intrapersonal ;
Konflik yang terjadi  dari dalam , baik secara individu  kelompok / organisasi merupakan masalah internal . Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran , dalam keperawatan pertentangan tersebut menyangkut loyalitas terhadap profesi ,  loyalitas terhadap pekerjaan , dan loyalitas terhadap klien .
2.  Konflik  Interpersonal  ;
Konflik  yang terjadi  karena adanya perbedaan nilai , tujuan , dan keyakinan antara dua orang atau lebih , konflik ini terjadi karena adanya interaksi konstan  antara  sesorang dengan orang lain  , dalam asuhan keperawatan konplik ini terjadi antar person dalam profesi dan dimanifestasikan  pada hal terjadi ketidak harmonisan antar person  dalam hubungan pribadi  , hubungan kerja , perbedaan pendapat , pengaru sistem yang berlaku.
3.  Konflik antar kelompok  ;
Konflik ini terjadi antar oraganisasi , departemen , profesi  dimana sumber konfliknya adalah kekuasaan , otoritas ( kwalitas jasa pelayanan  ) keterbatasan prasarana .
Morquis & Huston 1998 , mengkatagorikan konflik dalam bentuk konflik vertikal dan horisontal , konflik vertikal dihubungkan dengan konflik yang terjadi antara atasan dan bawahan , sedangkan konflik horisontal adalah konflik yang terjadi antar staf .


Proses konflik
Proses konflik  tingkat keparahan  dapat  dibagi  dalam beberapa tahap  :

1.  Konflik laten
Tahapan konflik yang terjadi secara terus menerus  dalam sustu organisasi , misalnya karena kekurangan staf  dan perubahan yang cepat akan membawa suatu organisasi pada suatu kondisi ketidak stabilan , dan kwalitas produksi .

2.   Felt konflik ( konflik yang dirasakan / konflik affective )
Konflik ini terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman , ketakutan , dan tidak percaya .
3.   Konflik yang nampak /  dimunculkan .
Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi , kekuatan dan agresivitas dalam penyelesaian konflik yang dimunculkan untuk kepentingan organisasi.
4.   Resolusi konflik
Adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang atau ” win – win solustion ”  .
5.   Konflik  aftermath
konflik yang terjadi akibat tidak terselesaikannya konflik yang pertama , konflik ini akan menjadi masalah besar dalam suatu organisasi apabila tidak segera diatasi.

Penyelesaian konflik
Langkah – langkah penyelesaian konflik  menurut  Vestal ( 1994 )  adalah
a. Pengkajian
1. Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik  untuk menentukan waktu yang diperlukan , setelah memvalidasi data / fakta dengan analisa yang mendalam , kemudian tentukan siapa yang terlibat dan peran masing – masing.
2. Analisa dan mematikan isu yang berkembang .
Menentukan masalah prioritas yang memerlukan penyelesaian  pertama , hindari penyelesaian semua  masalah  dalam satu waktu .
3. Menyusun tujuan spesipik yang akan dicapai.
b. Indentifikasi
4. Mengelola perasaan
Hindari respon emosional , marah , setiap orang mempunyai respon  yang berbeda terhadap kata – kata , ekpresi dan tindakan .
c. Intervensi
5. Masukkan pada konflik yang diyakini  dapat diselesaikan dengan baik , identifikasi hasil yang fositif yang akan terjadi.
6. Menyeleksi metode , penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda, dan seleksi metode yang paling sesuai.

Strategi penyelesaian konflik
Selain langkah – lanhkah penyelesaian  dalam penyelesaian konflik , tidak kalah pentingnya strategi penyelesaian konplik  antara lain :
a.   Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat  menyadari  dan sepakat  tentang keinginan bersama ( lose – lose situation ) dimana pihak yang konflik mengalah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam  manajemen keperawatan  strategi ini sering digunakan oleh  midle – top manajer keperawatan.
b.   Kompetisi
Penyelesaian ini menghasilkan adal kelompok yang menang dan ada yang kalah ( lose – win ) , akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan , putus asa , keinginan untuk perbaiakan dimasa akan datang .
c.   Akomodasi
Istilah yang sering digunakan adalah  cooperative ”   , pada strategi ini manajer berusaha untuk  mengakomodasi semua permasalahan memberikan kesempatan pada semua pihak  yang konflik , sering kali strategi ini tidak menyelesaikan masalah utama dan sering digunakan dalam kasus politik  dimana kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
d.   Smoothing
 Penyelesaian masalah dengan  mengurangi komponen emosional dalam konflik , dimana individu yang terlibat  dalam konflik  berupaya untuk mencapai kebersamaan  dengan penuh kesadaran dan introspeksi. Sering terjadi pada konflik ringan.
e.  Menghindar
Pada strategi ini semua yang terlibat dalam konflik  memilih untuk menghindar dan tidak perlu menyelesaikan masalah , biayanya dipilih bila ketidak sepakatan akan membahayakan  kedua pihak , biaya penyelesaian masalah lebih besar , masalah perlu orang ketiga untuk penyelesaiannya , atau masalah sudah terpecahkan sendirinya.
f.   Kolaborasi
Pada kolaborasi  kedua unsur yang telibat  menentukan tujuan bersama dan bekerjasama dalam mencapai satu tujuan , istilah strategi ini ” win – win solotion ” . Kedua pihak masing – masing meyakini tercapainya satu tujuan yang telah ditetapkan dan  biasanya  strategi ini bisa berjalan karena kompetisi insentif  sebagai bagian dari  situasi tersebut . Kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan  dalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan kedua kelompok  ( bowditch & Buono 1994 ).

C. Aturan  Legal Dalam Dokumentasi Keperawatan
Dalam melaksanakan pendokumentasian keperawatan selain harus sesuai dengan standar dokumentasi keperwatan tentunya diperlukan aturan  atau norma yang mengatur  untuk pertanggung jawaban dan tanggung – gugat . Aturan atau norma yang mengatur tentang aspek legal dalam pendokumentasian keperawatan adalah sebagai berikut   ;



1. Kode Etik Keperawatan

Kode etik keperawatan   mejadi kerangka dasar  bagi profesi perawat untuk bersikap , bertindak  , mengembangkan fungsi dan peranya , tanggung jawab  kepada individu , keluarga dan masyarakat , tanggung jawab terhadap tugas , tanggung jawab terhadap profesi  serta tanggung jawab kepada  bangsa dan tanah air . pasal – pasal Kode etik keperwatan  yang berhubungan dengan dokumentasi keperawatan secara implisit diatur  pada :
Pasal 1 .
Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber  dari adanya kebutuhan akan perawatan , Individu , keluarga dan masyarakat.
Pasal 5.
Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan nyang tinggi  disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu , keluarga dan masyarakat.
Pasal 6.
Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 10.
Perawat senantiasa memelihara hubungan baik  antar sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

2. Undang – Undang Kesehatan .

Dalam UU No.23 tahun 1992 diatur secara  garis besar tanggung jawab tenaga kesehatan  ( termasuk  perawat ) yang berhubungan pendokumentasian tenaga kesehatan . Secara implisit sebenarnya diatur pada semua pasal – pasal yang ada namun lebih jelas  diatur pada  :
Pasal 11 ayat 2.
Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat  ( 1 ) didukung oleh sumber daya kesehatan .
Pasal 32 ayat 2.
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan .
Pasal 32 ayat  3.
Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan  berdasarkan ilmu edokteran dan ilmu keperwatan dan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan .
Pasal 32 ayat 4.
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan  hanya dapat dilakukan tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu .
Pasal 49 .
Suber daya kesehatan merupakan semua perangkat  keras dan perangkat lunak  yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi
a. tenaga kesehatan ;
b. sarana kesehatan ;
c. perbekalan kesehatan ;
d. pembiayaan kesehatan ;
e. pengelolaan kesehatan ;
f. penelitian dan pengembangan kesehatan.

Pasal 53 ayat 1.
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Pasal 53 ayat 2.
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Pasal 54 ayat 1
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinyadapat dikenakan tindakan disiplin.
Pasal 55 ayat 1.
Setiap orang  berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan .
Dalam pasal – pasal yang disebutkan diatas , tidak ada yang mengatur secara jelas tentang pemdokumentasian , namun pelaskanaan pasal – pasal tersebut dan termasuk pasal – pasal tentang ketentuan pidana serta sanksi dalam UU No.23 tahun 1992  memerlukan perangkat  dokumentasi sebagai perangkat lunak .

3. Kepustusan Menteri Kesehatan : KepMenkes No. 1239 / Meskes/ SK / XI/2001
Hal – hal yang prinsip mengatur tentang aspeg legal  etik praktek keperawatan dan dokumentasi keperawatan diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan No. 1239 / Menkes / Sk /XI/2001, pada pasal – pasal  :
Pasal 15
Perawat  dalam melaksanakan praktik keperawatan  berwenang untuk
a. Melaksankan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian , penetapan diagnosa keperawatan , perencanaan , melaksanakan tindakan keperaatan dan evaluasi keperawatan ;
b. Tindakan keperawatan sebagai mana yang dimaksud pada butir a) meliputi Intervensi keperawatan , observasi keperawatan , pendidikan dan konseling ;
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagai mana yang dimaksud pada hurup a) dan b) harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan  yang ditetapkan oleh organisasi profesi ;
d. Pelayanan tindakan medik hanya  dapat dilakukan berdasarkan permintaan  tertulis dari dokter.
Pasal 16
Dalam melaksanakan kewenangan sebagai mana dimaksud pada pasal 15 perawat berkewajiban untuk :
a.  Menghormati hak pasien ;
b.  Merujuk kasus yang tidak dapat  ditangani ;
c.  Menyimpan rahasia sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku ;
d.  Memberikan informasi ;
e.  Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan ;
f.   Melakukan catatan keperawatan dengan baik.
Pasal 23
1. Perawat dalam melaksanakan praktik  perorangan sekurang – kurangnya memenuhi persyaratan  :
a.   memiliki tempat praktik  yang memenuhi syarat kesehatan
b. memiliki perlengkapan untuk  tindakan asuhan keperawatan  maupun kunjungan rumah
c. memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan ,formulir catatan tindakan asuhan keperawatan  serta formulir rujukan .
 2. Persyaratan perlengkapan sebagai mana yang dimaksud pada ayat 1) , sesuai dengan standar  perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
Aturan – aturan yang disebutkan diatas  dalam hal dokumentasi keperawatan ada yang dengan jelas menyebutkan dan merupakan bagian dari  tindakan yang dilakukan  dan ada yang secara implisit , namun begitu pentingnyad dokumentasi tersebut  tidak lah kegiatan secara sempurna tanpa pendokumentasian .



B A B   III
BENTUK  DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Pada pembahasan bentuk dan jenis dokumentasi keperawatan kelompok akan menyajikan dan mengelompokkan  dokumentasi berdasarkan bentuk dan karakter dokumentasi itu sendiri . Adapun bentuk dokumentasi keperawatan akan dikelompokkan  dalam  tiga :
1. Dokumentasi Pra asuhan keperawatan.
2. Dokumentasi asuhan keperawatan .
3. Dokumentasi  penunjang asuhan keperawatan .
Dibawah ini kelompok akan membahas satu – persatu  dari bentuk dokumentasi keparawatan .
1. Dokumentasi Pra asuha keperawatan .
Dokumentasi yang dimiliki oleh perawat yang digunakan  sebagai prasyarat  untuk melakukan praktek  keperawatan , dokumentasi ini berbentuk  warkat resmi yang mengikuti kompetensi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan , ada bebera jenis dokumentasi  ini adalah
a.  Ijazah keperawatan sebagai sertifikasi dari seorang perawat.
b. Surat izin  / SK  keperawatan sebagai pengakuan legal bagi seorang perawat dalam melakukan praktek keperawatan .
c.  Piagam / surat  keterangan lain yang digunakan bagi seorang perawat sehubungan dengan kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan tertentu.
2. Dokumentasi asuhan keperawatan
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan dokumentasi yang melekat dengan asuhan keperawatan  yang dilaksanakan seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada individu , keluarga dan masyarakat .
Jenis dokumentasi  asuhan keperatan  sebagai berikut :
a.   Dokumentasi Pengkajian keperawatan  berisi tentang :
ü   Pengkajian data biografi klien
ü   Pengkajian masalah keperawatan klien
ü   Pengkajian  riwayat penyakit / keluhan utama
ü   Pengkajian  hasil pemeriksaan fisik klien
ü   Pengkajian  riwayat penyakit yang lalu
ü   Pengkajian  riwayat kesehatan keluarga
ü   Pengkajian riwayat psikososial klien
ü   Pengkajian kebiasaan sehari – hari (  pola makan , eliminasi , pola tidur , kebiasaan rokok , minuman alkohol dll )
b.   Dokumentasi  Analisa  Data / Diagnosa Keperawatan berisi tentang 
ü   Analisa data keperawatan
ü   Diagnosa keperawatan 
ü   Prioritas maslah keperatan
c.   Dokumentasi  Rencana tindakan keperawatan
Dokumentasi rencana tindakan keperawatan adalah  keputusan yang diambil setelah mendapat masukan dari  Diagnosa keperawatan , dokumentasi dibuat memenuhi kriteria  SMART (  Spesipik , Mesuarable , Arcipheble , realiti  dan time  )
d.   Dokumentasi Tindakan keperawatan
Dokumentasi tindakan keperawatan adalah pencatan tentang tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan , tindakan keperwatan terdiri dari
Tindakan keperawatan mandiri , tindakan perawatan kolaborasi dan tindakan perawatan pendelegasian.
e.  Dokumentasi  Evaluasi keperawatan
Dokumentasi memuat tantang evaluasi tindakan yang sudah dilaksanakan yang terdiri dari evaluasi sementara ( formatif ) dan evaluasi akhir  ( sumatif ) . Evaluasi memuat respon yang muncul dari tindakan yang diambil , Respon pada evaluasi formatif  adalah respon klien setelah dilakukan tindakan , sedangkan respon pada evaluasi sumatif  berupa  hasil keseluruhan  dari beberapa respon yang ada , lebih di kenal dokumentasinya dengan istilah  SOAP (  respon Subjek , respon Objek , Analisa intervensi masalah , Perencanaan ulang setelah evaluasi ).
3. Dokumentasi penunjang asuhan keperawatan
Dokumentasi penunjang adalah wewenang  perawat berupa dokumentasi  bantu dalam melakukan asuhan keperawatan ,  dokumentasi penunjang sifatnya  relatif  dalam sesuatu hal dokumentasi ini tidak terlalu prinsif  namun dalam hal lain dokumentasi ini merupakan sangat prinsif . bentuk dari dokumentasi penunjang antara lain :
Ø  Informed consent : pesetujuan  klien / keluarga dalam melaksanakan tingakan keperawatan atas dirinya
Ø  Surat pendelegasian wewenang tindakan keperawatan kolaborasi .
Ø  Standar operating prosedur ( SOP ) dalam penangan  kasus – kasus tertentu dan atau dalam hal gawat darurat.
Ø  Catatan  - catatan  / formulir  observasi keperawatan .
Ø  Bukti – bukti lain dalam pembagian tugas dan lain – lain .

Dari beberapa dokumentasi yang dibahas diatas adalah merupakan bentuk dokumentasi dari aspek legal etis dapat diakui , dari sudut pandang etika keperawatan dan aturan – aturan yang berlaku.



Daftar Pustaka


  1. Perawatan Profesional , La Ode Jumadi Gafar , S kp. EGC Jakarta  Cetakan I tahun 1999
  2. UU RI No.23 tahun 1992 tentan Kesehatan
  3. Keputusan Menteri Kesehatan : KepMenkes No. 1239 / Meskes/ SK / XI/2001
  4. Kode Etik Keperawatan  ( Loka karya PPNI  tahun 1983 ) .
  5. Standar Praktek Keperawatan , Perawat Profesional ( Perawat Teregister ) DPP Pusat  PPNI 1999.
  6. Manajemen keperawatan , aplikasi dalam praktik  keperawatan profesional,  Jilid 5 . Nursalam , M.Nurs ( Honous )