Kamis, 29 Maret 2012

GUILLAN BARRE SYNDROME ( GBS )


GUILLAN BARRE SYNDROME ( GBS )

  1. DEFINISI
    Guillan Barre Syndrome ( GBS ) merupakan suatu sindroma klinis dari kelemahan akut ekstermitas tubuh yang disebabkan oleh kelainan saraf tepi dan bukan oleh penyakit yang sistematis.
    GBS  merupakan suatu syndrome klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimmune dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis ( Bosch, 1998)
    GBS adalah proses peradangan akut dengan karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang disebabkan karena demyelin pada saraf perifer.
    Istilah lain dari GBS adalah Akut Idiopatik Polyneuritis, Infeksius Polyneuritis, Landry Guillan Barre Stohl Syndrome, Landdry’s Paralisis. Sindrom ini berupa paralisis flaccid asenden simetris yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus.

  2. ETIOLOGI
    Secara pasti penyebab GBS tidak diketahui, namun namun diduga berkaitan dengan :
·          Penyakit akut, trauma, pembedahan, dan imunisasi 1 – 4 minggu sebelum tanda dan gejala GBS ( 15% dari kasus ).
·         Infeksi saluran pernapasan akut, gastrointestinal ( 50% dari kasus )
·         Reaksi immunologi

3.      PATOFISIOLOGI
Pada umumnya penyakit ini didahului oleh infeksi influenza saluran pernapasan. Pada saat inilah kita merasa nafas tersumbat seperti orang flu.Setelah nafas tersumbat di dalam tubuh terjadi reaksi autoimun, yakni sistem kekebalan tubuh sendiri yang menyerang bagian dari ujung - ujung saraf. Pada saat inilah terjadi kesemutan. Karena kesemutan atau Parestesia itu timbul bila terjadi gangguan pada serabut saraf. Pada penderita GBS yang akut, kesemutan tidak hanya pada tangan tetapi bisa menjalar ke kaki hingga ke perut. Itulah sebabnya penyakit GBS ini bisa menyebabkan kelumpuhan, bahkan bisa juga menyebabkan kematian apabila kerusakan saraf pernafasan sudah mencapai akar saraf di leher sehingga pasien kesulitasn bernafas dan menyebabkan kematian mendadak.
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
Ø  didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
Ø   adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
Ø  didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

4.      GEJALA KLINIS
a.          Gangguan motorik
·         Kelemahan otot secara asending dengan paralisis flasid dan atropi
·         Kesulitan berjalan
·         Menurunnya atau tidak adanya refleks tendon dalam
·         Gangguan pernapasan ( dispnea, menurunnya bunyi napas, menurunnya tidal volume, dan vital capacity ).
·         Kehilangan kontrol bowel dan bladder
b.         Gangguan sensorik
·         Paresthesia
·         Nyeri ( kram )
c.          Kerusakan saraf kranial
·         Kelemahan otot wajah
·         Dysphagia
·         Diplopia
·         Kerusakan saraf kranial ( IX, X, XI, XII )
d.         Gangguan saraf otonomi
·         Tekanan darah tidak stabil
·         Kardiak disritmia
·         Takhikardia

Selain itu, akan terasa pusing seperti terhuyung-huyung, mulut terasa asam, badan lemas, sesekali terasa dingin di telapak masih terasa 2 – 3 hari setelah kejadian.

5.      KOMPLIKASI
·         Kegagalan jantung
·         Kegagalan pernapasan
·         Infeksi dan sepsis
·         Trombosis vena
·         Emboli paru
·         Syndrome of Innapproriate Secretion of Antidiuretik Hormon ( SIADH ).
·         Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic
·         Tetraparese oleh karena penyebab lain
·          Hipokalemia
·          Miastenia Gravis
·         Kelumpuhan otot pernafasan
·         Dekubitus

6.      PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan GBS adalah pencegahan komplikasi immobilisasi, infeksi dan kegagalan pernapasan.
a)      Perawatan pernapasan : antisipasi kegagalan pernapasan, persiapan ventilator, pemeriksaan AGD.
b)      Monitoring hemodinamik dan kardiovaskuler
c)      Managemen bowel ( traktus digestivus), bladder (kandung kemih ),breathing (pernapasn), body and skin care ( badan dan kulit ), mata dan mulut.
d)     Support nutrisi
e)      Perawatan immobilisasi
f)       Plasmapheresis : penggantian plasma untuk meningkatkan kemampuan motorik.
g)      Pengobatan : Kortikosteroid, immunosuppresive, antikoagulan
h)      Pembedahan : Tracheostomy, indikasi kagagalan pernapasan.























ASUHAN  KEPERAWATAN  PADA  GUILLAN BARRE SYNDROME
( GBS )

1.      PENGKAJIAN
a.          Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
b.         Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan
c.          Riwayat kesehatan :
o   Riwayat kejadian / gejala
o   Riwayat penyakit ISPA, trauma, pembedahan, imunisasi
o   Riwayat hepatitis, influenza
d.         Pemeriksaan Fisik
o   B1(Breathing)
Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret.
o   B2(Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.
o   B3(Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.
o   B4(Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
o    B5(Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
o   B6(Bone)
Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi,paraplegi.


e.       Pemeriksaan Psikososial
·         Rasa kecemasan, ketakutan dan panik
·         Intonasi bicara yang lambat
·         Penampilan fisik
·         Kemampuan kognitif

2.         DIAGNOSA DAN  INTERVENSI KEPERAWATAN
a.       Tidak efektifnya pola napas, tidak efektifnya bersihan jalan napas, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan atau paralisis, berkurangnya refleks batuk, immobilisasi.
Data Pendukung
·           Kesulitan bernafas
·           Berkurangnya bunyi napas
·           Perubahan nilai AGD
·           Perubahan warna kulit ( pucat )
·           Penurunan kesadaran
·           Perubahan frekuensi pernapasan, napas pendek
·           Penumpukan sekret
Tujuan : setelah dilakukan perawatan sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi

Kriteria Hasil
·           Pernapasan optimal
·           Bunyi napas normal
·           Jalan napas paten
·           Nilai AGD dalam batas normal


Intervensi
Rasional
1.    Monitor jumlah pernapasan, irama dan kedalamannya setiap 1 – 4 jam

2.    Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam

3.    Pertahankan kepatenan jalan napas, suction dan bersihkan mulut.
4.    Bantu pasien untuk batuk efektif.
5.    Lakukan fisioterapi dada
6.    Kolaborasi dalam pemberian O
7.    Monitor AGD

8.    Kaji tingkat kesadaran dan warna kulit
·      Paralisis pernapasan dapat terjadi 48 jam

·      Bunyi napas indikasi adekuatnya ventilasi
·      Jalan napas paten

·      Meningkatkan kepatenan jalan napas
·      Mencegah pneumonia dan atelektasis
·      Pemenuhan kebutuhan oksigen
·      Mengetahui perubahan oksigen dalam darah
·      Perubahan AGD akan mempengaruhi tingkat kesadaran dan warna kulit
b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, paralisis, ataksia
Data Pendukung
·         Pasien menyatakan kelemahan dan paresthesia
·         Ketidakmampuan melakukan aktifitas
·         Adanya kelemahan otot yang menjalar ke atas
·         Kekuatan otot menurun
·         Atropi
·         Hilangnya sensori
·         Hilangnya refleks tendon
Tujuan : setelah dilakukan perawatan tindakan Keperawatan selama 2 x 24 jam gangguan mobilitas fisik tidak akan terjadi.
Kriteria Hasil
·         Pasien partisipasi dalam perawatan
·         Mobilisasi aktif atau pasif
·         Tidak terdapat komplikasi berhubungan dengan immobilisasi

Intervensi
Rasional
1.    Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam

2.    Kaji derajat ketergantungan pasien

3.    Kaji saraf kranial setiap 4 jam


4.    Bantu ambulasi pasien

5.    Kaji kemungkinan komplikasi
o  Tromboli paru
o  Radang paru
6.    Lakukan alih posisi setiap 2 jam
7.    Lakukan ROM
8.    Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik pada bahu, lengan, panggul dan tungkai

9.    Gunakan footboard untuk mengganjal tumit
10.  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat :
o  Kortikosteroid
o  Heparin
o  Antibiotik
o  Immunosupresi
·      Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin naik
·      Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL
·      Saraf yang mungkin terganggu adalah nervus cranial VII, IX,X, XI, XII
·      Menghindari cedera dan rasa aman

·      Mencegah komplikasi immobilisasi

·      Menghindari dekubitus
·      Mencegah atropi, kontraktur.
·      Bagian yang tertekan memerlukan perhatian khusus karena beresiko terjadi dekubitus
·      Mencegah foot droop dan kerusakan kulit
·      Menghilangkan gejala GBS
c.       Resiko gangguan integritas kulit : dekubitus berhubungan kelemahan otot, paralisis, gangguan sensasi, perubahan nutrisi, inkontinensia.
Data Pendukung
·         Pasien menyatakan kelemahan dan paresthesia
·         Ketidakmampuan melakukan aktifitas
·         Adanya kelemahan otot yang menjalar ke atas
·         Kekuatan otot menurun
·         Atropi
·         Hilangnya sensori
·         Hilangnya refleks tendon
·         Perubahan nutrisi
·         Inkontinensia
Kriteria Hasil
·         Pasien mempertahankan kulit tetap kering dan utuh
·         Mempertahankan daerah yang tertekan tetap kering dan utuh, bebas dari dekubitus.

Intervensi
Rasional
1.    Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam

2.    Kaji derajat ketergantungan pasien

3.    Monitor daerah yang tertekan

4.    Jaga kebersihan tempat tidur, laken tetap bersih, kencang dan kering.
5.    Monitor intake dan output nutrisi

6.    Lakukan alih posisi setiap 2 jam

7.    Lakukan ROM
8.    Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik pada bahu, lengan, panggul dan tungkai .
9.    Lakukan masage pada daeraah yang tertekan
10.   Gunakan alat bantu untuk mencegah  penekanan
·    Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin naik

·    Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL
·    Mengidentifikasi tanda – tanda awal dekubitus
·    Laken yang basah, kotor dan kusut memudahkan terjadinya dekubitus
·    Nutrisi yang adekuat mengurangi resiko dekubitus
·    Melancarkan aliran darah bagian yang tertekan
·    Mencegah atropi
·    Bagian yang tertekan memerlukan perhatian khusus karena beresiko terjadi dekubitus
·    Memperlancar aliran darah

·    Mengurangi resiko dekubitus
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah, menelan, kelelahan, paralisis extremitas.
Data Pendukung
·         Pasien menyatakan tidak bisa mengunyah dan menelan
·         Pasien mengatakan tangannya tidak dapat digerakkan
·         Ketidakmampuan melakukan aktifitas
·         Terpasang NGT
·         Diet makan, nilai gizi
·         Berat badan menurun
·         Nilai albumin dan Hb
·         Tanda – tanda kekurangan gizi
·         Adanya mual
·         Intake makanan yang masuk tidak sesuai porsi
Kriteria Hasil
·            Intake makanan sesuai kebutuhan
·            Tidak terjadi aspirasi saat makan
·            Tidak terjadi tanda – tanda kurang nutrisi
·            Pasien toleran terhadap makanan parenteral / personde, dengan residu minimal.


Intervensi
Rasional
1.    Kaji kemampuan menelan dan mengunyah, fungsi motorik pada ekstremitas
2.    Monitor intake dan output nutrisi

3.    Kaji tanda – tanda kurang gizi : anemis, nilai albumin, Hb
4.    Berikan makanan sesuai diet tinggi kalori, tinggi protein
5.    Berikan makanan personde dengan posisi setengah duduk atau semifowler
6.    Berikan posisi duduk setelah makan
7.    Lakukan perawatan mulut sesudah dan sebelum makan
8.    Lakukan perawatan infus untuk nutrisi parenteral setiap hari
9.    Timbang berat badan 3 hari sekali jika memungkinkan
·      Identifikasi kemampuan makan pasien

·      Menentukan adekuatnya kebutuhan nutrisi pasien
·      Mengetahui status nutrisi pasien

·      Memenuhi kebutuhan nutrisi

·      Menghindari terjadinya aspirasi

·      Menghindari refluks makanan
·      Meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan nafsu makan
·      Mencegah terjadinya plebitis, kepatenan infus
·      Mengetahui status nutrisi

e.       Gangguan eliminasi : konstipasi, diare berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan immobilisasi
Data pendukung
·         Pasien menyatakan tidak dapat BAB, diare
·         Ketidakmampuan melakukan aktivitas/kurang immobilisasi
·         Adanya kelemhan otot yang menjalar ke atas
·         Kekuatan otot menurun
·         Pola b.a.b di rumah
·         Meningkat atau menurunnya bising usus
·         Diet rendah serat
·         Feses keras atau cair
                  Kriteria hasil
·         Pola b,a.b teratur
·         Konsistensi feses lembek
·         Bising usus normal
Intervensi
rasional
1.   Kaji pola b.a.b pasien

2.   Kaji bising usus, frekwensi, intensitas

3.   Berikan diet tinggi serat

4.   Berikan banyak minum sesuai batas tolenransi
5.   Lakukan ROM, tingkatkan aktivitas

6.   Jaga privasi pasien dalam b.ab

7.   Berikan obat pelembek feses : laksadin, supposituria, laxative dan enema dan kaji efektivitasnya
·      Menentukan perubahan pola eliminasi
·      Bising usus yang lambat dan lemah memungkinkan terjadinya konstipasi
·      Meningkatkan residu makanan dan mempelancar b.a.b
·      Memperlancarkan atau melembekan feses
·      Meningkatkan pergerakkan untuk melancarkan b.a.b
·      Meningkatkan keinginan b.a.b

·      Melembekan feses dan memudahkan pengeluaran feses

f.          Gangguan komunikasi verbal berhubungan paralisis saraf kranial vii, trakeostomi
Data pendukung
o  Kesulitan dalam komunikasi
o  Penggunaa bahasa isyarat
o  Paralisis saraf fasilitas
o  Adanya trakeostomi
Kriteria hasil
o  Pasien dapat mengekspresikan diri secara verbal daan nonverbal.
o  Mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhan kepada staf atau pengunjung
Intervensi
Rasional
1.   Kaji kemampuan komunikasi pasien verbal/nonverbal
2.   Gunakan pertanyaan tertutup dengan jawaban “ya” atau “tidak”
3.   Bicara pelan dan terjadi kontak mata
4.   Gunak bahasa isyarat
5.   Konsulasikan dengan spececk terapi dalam latohan bicara
6.   Komunikasikan kepada keluarga dan staf perawat tentang gangguan komunikasi
·      Identifikasi kemampuan komunikasi pasien
·      Memudahkan pasien untuk menjawab

·      Komunikasi mudah dipahami

·      Membantu memudahkan komunikasi
·      Penanganan lebih lanjut

·      Keluarga tidak memaksa untuk berkomunikasi secara verbal sehingga mengakibatkan rasa frustasi pada pasien
g.      Tidak efektifnya koping pasien sehubungan keadaan penyakitnya
Data pendukung
o  Apatis
o  Sensitif
o  Kesulitan tidur
o  Menarik diri
Kriteria hasil
o  Pasien mendemontrasikan koping yan efektif
o  Pasien dapat memandang secara realistik tentang penyakitnya
o  Pasien dapat mengekspresikan perasaan kehilangan dan berespon positif
     terhadap keadaan dirinya
o  Pasien kooperatif dan berpartisipasi dalam perawatan dirinya
Intervensi
Rasional
1.   Kaji perilaku koping pasien

2.   Gali perasaan dan ketakutan terhadap penyakitnya

3.   Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan secara verbal tentang gambaran masa depan
4.   Libatkan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri sesuai kemampuannya
5.   Hargai kemampuan yang telah memilki pasien
6.   Kolaborasi dengan psikolog/ pkan kemampuan koping psikiatri dalam meningkatkan kemampuan koping pasien
·      Penyakit GBS dapat menimbulkan perubahan perilaku dan gaya hidup
·      Menberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya
·      Membantu mnurunkan ketengangan


·      Pasien merasa dihargai dan meningkatkan harga diri

·      Menginkatkan harga diri pasien

·      Membantu meningkatkan koping yang positif

h.      Kurangnya pengetahuan pasien / keluarga berhubungan dengan penyakit, pengobatan, pronogsis dan perawatannya
Data pendukung
o   Pasien/ keluarga menyatakan tidak mengetahui penyakitnya
o   Pasien/ kelaurga tidak kooperatif dalam perawatan pasien
o   Pasien / keluarga menanyakan tentang penyakitnya
Kriteria hasil
o   Pasien / keuarga memahami tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
       perawatan
o   Pasien / keluarga koorperatif dalam perawatan
Intervensi
Rasional
1.   Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya

2.   Berikan impormasi verbal dan non verbal tentang penyakitnya
3.   Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya
4.   Berikan tanggapan yang positif dan realistik tentang penyakitnya
·       Mengindentifikasi tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit

·       Memahami tentang penyakitnya

·       Memperjelas materi yang diberikan

·       Memberikan motivasi dalam perawatan pasien

3.         IMPLEMENTASI
Ø  Mengobservasi pola nafas
Ø  Mengauskultasi dada sesuai periodik, catat adanya bunyi nafas tambahan
        juga simetrisan gerak dada
Ø  Memeriksa selang terhadap obstruksi
Ø  Memeriksa fungsi alaram ventilator
Ø  Mempertahankan tas retuitasi
Ø  Kolaborasi
Ø  Mengkaji susunan ventilator secara rutin, dan yakinkan sesuai indikasi.
Ø  Mengobservasi presentasi konsentrasi O
Ø  Mengkaji volume tidal (10-15 ml/hg)
Ø  Memberikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
Ø  Menyiapkan untuk melakukan intubasi, jika ada indikasi


4.         EVALUASI
Masalah dikatakan teratasi apabila tidak terdapat sianosis, saturasi oksigen dalam rentang normal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar